Bank Indonesia (BI) segera menerbitkan aturan untuk memberlakukan transaksi jual beli valuta asing (valas) berjangka Non-Deliverable Forward (NDF) di dalam negeri, yang diberi nama Domestic NDF (DNDF). Tujuannya, untuk membantu stabilitas nilai tukar rupiah, meningkatkan likuiditas dan efisiensi di pasar keuangan domestik, serta menambah alternatif instrumen lindung nilai (hedging) guna memitigasi risiko nilai tukar. 

Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter Nanang Hendarsyah menjelaskan, selama ini, investor asing yang memiliki aset-aset rupiah, misalnya surat utang negara (SUN) atau saham, dalam jumlah besar banyak melakukan transaksi NDF di luar negeri, misalnya Singapura, Hong Kong, ataupun London. Tujuannya, untuk lindung nilai (hedging) terhadap dana yang ditempatkannya di dalam negeri. Dengan begitu, bisa memitigasi risiko pelemahan kurs rupiah di masa depan. Adapun hedging dilakukan di luar negeri lantaran tidak membutuhkan underlying.

Persoalannya, pasar NDF di luar negeri ini sarat spekulan, alhasil kurs transaksi berjangka (forward) NDF luar negeri bisa melonjak dan memengaruhi harga di pasar valas harian (spot) di dalam negeri. Nanang pun mencontohkan kondisi beberapa waktu lalu, ketika nilai tukar rupiah melemah ke kisaran Rp 14.900-an per dolar Amerika Serikat (AS) di pasar spot, sementara di pasar NDF kurs forward melambung ke atas Rp 15.000-an.

Melihat kondisi ini, eksportir yang memiliki valas jadi mengacu ke kurs forward tersebut untuk tawar-menawar harga jual valasnya dengan bank di dalam negeri. Alhasil, memengaruhi kurs di pasar spot hingga BI harus intervensi lebih jauh untuk menstabilkan. “BI akan membuat NDF on-shore, supaya (transaksi) di sini, karena di sini ada BI yang bisa menstabilkan,” ujarnya, dalam pertemuan dengan media, Rabu (26/9).

(Baca juga: BI Kerek Bunga Acuan Jadi 5,75%, Otot Rupiah Menguat)

Berbeda dengan transaksi NDF di luar negeri, transaksi DNDF hanya bisa dilakukan oleh pihak-pihak yang terpapar dengan risiko nilai tukar. Maka itu, transaksi wajib memiliki underlying. Namun, underlying yang sudah ada. Yang termasuk dalam underlying yakni dokumen perdagangan barang dan jasa (ekspor-impor), investasi (misalnya kepemilikan saham atau obligasi rupiah), modal, pinjaman (misalnya utang dolar AS), maupun kredit/pembiayaan valas.

Dokumen underlying transaksi yang sama tidak boleh digunakan pada lebih dari satu bank pada waktu yang bersamaan. Adapun besaran transaksi ditetapkan kurang atau sama dengan underlying. Sementara jangka waktu transaksi DNDF kurang atau sama dengan jangka waktu underlying transaksi.

Secara rinci, transaksi DNDF dilakukan antara bank dengan pihak-pihak yang terpapar risiko nilai tukar (nasabah/pihak asing/bank lain). Mekanisme penyelesaian transaksi dilakukan tanpa pergerakan dana pokok, yang ada adalah pergerakan selisih. Adapun selisih yang dimaksud antara kurs transaksi forward dan kurs acuan berupa Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) untuk transaksi dolar AS/rupiah.

Sementara itu, untuk mata uang lainnya, perhitungan selisihnya yaitu antara kurs forward dengan kurs tengah BI. Adapun pembayaran selisih dilakukan dalam rupiah. Bank dilarang melakukan transfer rupiah ke luar negeri termasuk dana rupiah dari penyelesaian transaksi DNDF.

Contoh kasus: Pada tanggal 5 Juni 2019, investor asing A yang memiliki SUN melakukan transaksi beli valas berjangka sebesar US$ 1 juta dengan kurs forward Rp 15.000 per dolar dan tenor tiga bulan (tanggal penyelesaian transaksi 5 September 2019).

Dua hari sebelum tanggal penyelesaian transaksi, dilakukan fixing, kurs Jisdor Rp 15.100 per dolar AS. Maka, pada 5 September 2019, investor A akan menerima pembayaran dari bank sebesar selisih kurs yaitu (Rp 15.100 – Rp 15.000)*US$ 1 Juta = Rp Rp 100 juta.

Adapun bank bisa melakukan cover hedging untuk lindung nilai, dengan melakukan transaksi DNDF dengan bank di luar negeri. Underlying transaksinya yaitu DNDF antara bank dengan nasabah atau pihak asing. Namun, bank tidak boleh melakukan transaksi NDF di luar negeri.

Saat ini, ketentuan mengenai DNDF tengah dalam proses di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM). Sosialisasi terus dilakukan dengan pihak-pihak terkait sehingga transaksi DNDF bisa segera berjalan efektif.