Bank Indonesia (BI) mencatat dana perbankan yang tersimpan di instrumen operasi moneter mencapai Rp 291,6 triliun per 20 Juli 2018. Jumlah tersebut cukup besar, meskipun telah susut sekitar 38% dibandingkan posisi sama tahun lalu yang sebesar Rp 472,1 triliun.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Nanang Hendarsah menjelaskan dana tersebut adalah dana berlebih perbankan. "Kalau tidak ekses likuiditas, instrumen ini tidak ada," kata dia di kantornya, Jakarta, Selasa (24/7).
(Baca juga: Ekonom Peringatkan Risiko Perebutan Dana di Pasar Keuangan)
Dana tersebut paling banyak tersimpan dalam instrumen moneter Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) yaitu sebesar Rp 118,1 triliun, lalu diikuti Reverse Repo Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp 69,9 triliun, Term Deposit rupiah sebesar Rp 35,935 triliun.
Menurut Nanang, besarnya penempatan di SDBI menunjukkan kepercayaan diri bank. “Artinya bank-bank merasa confidence karena yield-nya lebih menarik dari Deposit Facility,” kata dia. BI mencatat penempatan dana bank di Deposit Facility sebesar Rp 38,62 triliun.
Adapun dana dalam Desposit Facility digunakan BI untuk memenuhi jika sewaktu-waktu ada bank yang membutuhkan fasilitas pinjaman atau Lending Facility lantaran mengalami missmatch likuiditas harian.
Namun, ia menjelaskan, Lending Facility sejatinya tidak perlu diberikan BI lantaran bank semestinya mencari pinjaman di Pasar Uang Antarbank (PUAB). Di sisi lain, BI juga menetapkan syarat ketat untuk mendapatkan Lending Facility.
“Ada bank tertentu masuk BI (minta) Lending Facility. Tapi BI tidak sembarangan, karena pakai agunan," ucapnya. Agunan yang dimaksud yakni SBI atau SBN.