Prediksi Pesimistis BI Menekan Rupiah Tembus 14.500

Donang Wahyu|KATADATA
Penulis: Rizky Alika
20/7/2018, 16.12 WIB

Dua hari ini nilai rupiah kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat. Selain karena faktor eksternal, sentimen negatif muncul dari dalam negeri. Sejumlah ekonom menilai salah satunya dipicu oleh pernyataan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya akan mencapai 5,1 persen.

Mengacu pada data Reuters, nilai tukar rupiah berada pada level 14.525 per dolar Amerika pada perdagangan di pasar spot, Jumat (20/7/2018). Artinya, rupiah melemah 0,38 % dari penutupan hari sebelumnya. (Baca: DBS Prediksi Nilai Tukar Rupiah Rp 14.600 pada Akhir 2018).

Ekonom Institute for Development of Economics & Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengatakana pernyataan Perry yang merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi memicu sentimen negatif. “Biasanya BI akan menjaga ekspektasi pasar dengan tone yang positif. Namun RDG (Rapat Dewan Gubernur) kemarin membuktikan sebaliknya,” kata dia kepada Katadata.co.id, Jumat (20/7).

Selain itu, investor mengindikasikan sikap BI sebagai kemungkinan mempertahankan suku bunga acuan sampai akhir tahun ini. Hal itu menyebabkan investor cenderung menahan diri meski ruang pengetatan moneter untuk menaikan bunga BI 7 Days Repo masih ada satu kali lagi. 

Bhima meramalkan bank sentral sedang menunggu fenomena super dolar yang kemungkinan memuncak pada pertengahan semester kedua untuk mengerek suku bunga acuan sebesar 25 basis poin.

Dari faktor global, prediksi perang dagang yang semakin memburuk juga turut memperdalam pelemahan rupiah. Awalnya, prediksi perang dagang tidak berlangsung lama. Namun, hingga saat ini konsensus Amerika-Tiongkok belum juga tercapai. 

Sementara itu, indikator lainnya berupa indeks dolar bertahan di angka tertinggi 95,2, menguat dibanding mata uang dominan. (Baca juga: Kurs Rupiah Lemah, Faisal Basri Kritik Sejumlah Pejabat Beternak Dolar).

Karena itu Bhima memproyeksikan nilai tukar rupiah hari ini bergerak pada 14.430-14.520 per dolar. Sampai akhir Juli, rupiah berpotensi melemah hingga level 14.700, lalu kembali naik ke titik tertinggi pada September atau Oktober. “Saat itulah tekanan pada kurs rupiah akan membesar,” ujar dia.

Namun, Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan pelemahan rupiah lebih karena tekanan eksternal yang juga terjadi pada negara-negar regional. Sehingga, ia melihat pelemahan tersebut murni faktor global. “Ada pernyataan resmi dari Gedung Putih bahwa mereka mendukung kebijakan The Fed,” katanya.

Dengan demikian, proyeksi kenaikan bunga acuan Amerika sebanyak dua kali pada tahun ini diperkirakan sesuai. Sementara itu, kenaikan bunga acuan Amerika pada tahun depan diperkriakan tetap tiga hingga empat kali, yaitu pada September dan Desember. 

(Baca pula: Gubernur BI Yakin Rupiah Akan Lepas dari Tekanan Dolar).

Oleh karena itu, David mengatakan BI harus antisipatif. Ia menilai bank sentral akan menaikkan bunga acuan sebanyak dua kali lagi pada tahun ini, yaitu pada Agustus atau menjelang kenaikan bunga acuan Amerika dan akhir 2018. Pada hari ini, David memperkirakan rupiah akan bergerak pada kisaran 14.450-14.550 per dolar.

Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo memperkirakan pertumbuhan ekonomi mencapai batas bawah proyeksi 5,1-5,5 persen karena perkiraan net ekspor yang menurun. “Pertumbuhan ekspor terindikasi tidak sekuat prakiraan dipengaruhi tren harga komoditas global yang menurun,” katanya dalam Pres Konferensi RDG di kantornya, Jakarta, Kamis (20/7).

Sementara itu, kuatnya permintaan domestik mendorong kenaikan pertumbuhan impor. Hal ini tercermin khususnya dari impor barang modal seperti alat angkut, mesin, peralatan dan suku cadang. (Lihat pula: Impor Mereda, Gubernur BI Ramal Neraca Dagang Surplus US$ 900 Juta).

Pada Mei lalu, Perry sempat memprediksi pertumbuhan ekonomi bakal mencapai 5,2 persen pada tahun ini. Meski lebih rendah dari target, namun ia menilai level tersebut sudah cukup tinggi. Adapun Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menyampaikan perkiraan pertumbuhan 2018 sampai 5,2 %.