Harga Minyak Naik, Pemerintah Akan Tambah Subsidi Energi Rp 69 Triliun

Arief Kamaludin|KATADATA
Petugas pengisian bahan bakar melayani pembeli di sebuah SPBU di Jakarta.
17/7/2018, 21.54 WIB

Kementerian Keuangan memprediksi subsidi energi bakal mencapai Rp 163,49 triliun tahun ini atau membengkak Rp 68,96 triliun dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 yang sebesar Rp 94,53 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan peningkatan tersebut karena harga minyak terus mengalami kenaikan.

Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak Brent berada di level US$ 72 per barel saat ini. Padahal, asumsi harga minyak mentah Indonesia dipatok hanya US$ 48 per barel. Maka itu, pemerintah memutuskan untuk menambah subsidi untuk PT Pertamina (persero) dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Dengan begitu, harga BBM bersubsidi dan listrik bisa tidak naik tapi keuangan perusahaan pelat merah tersebut tetap terjaga.

"Harga BBM (Bahan Bakar Minyak) yang disubsidi dan PLN dalam hal ini tidak mengalami kenaikan harga dan mereka harus tetap melakukan ekspansi untuk elektrifikasi dan lisdes (listrik desa)," kata dia saat rapat dengan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (17/7).

Sri Mulyani tak membantah proyeksi kenaikan subsidi energi tersebut dengan memperhitungkan penambahan subsidi untuk BBM bersubsidi jenis solar dari Rp 500 menjadi Rp 2.000 per liter, seperti sebelumnya sempat disampaikan pemerintah. "Itu termasuk dari kenaikan yang diputuskan waktu itu," ujarnya.

(Baca juga: Badan Energi Internasional Peringatkan Bahaya Subsidi BBM ke APBN)

Meski ada pembengkakan yang cukup besar, pemerintah memutuskan tidak melakukan revisi APBN 2018. Ini artinya, pembengkakan subsidi tersebut bakal dibiayai dengan menggeser alokasi dari pos belanja lain. Namun, ia belum memerinci pos belanja yang dimaksud.

Adapun realisasi subsidi energi sepanjang paruh pertama tahun ini telah mencapai Rp 59,51 triliun atau 63% dari yang dianggarkan dalam APBN. Dengan demikian, realisasinya pada paruh kedua tahun ini diperkirakan mencapai Rp 103,98 triliun.

Selain subsidi energi, Kementerian Keuangan memprediksi subsidi nonenergi juga melebihi target. Subsidi nonenergi kemungkinan mencapai Rp 64,65 triliun atau membengkak Rp 2,95 triliun dari target yang sebesar Rp 61,703 triliun. Hal itu seiring dengan adanya penambahan untuk subsidi pupuk.

Adapun realisasi subsidi nonenergi sepanjang paruh pertama tahun ini baru mencapai Rp 14,43 triliun. Dengan demikian, realisasinya pada paruh kedua nanti diperkirakan mencapai Rp 50,22 triliun.

Hampir semua subsidi nonenergi diramal menembus target, kecuali subsidi bunga kredit program yang kemungkinan hanya 72,2% dari target.

(Baca juga: Pajak Diramal Meleset Rp 73 Triliun, Penerimaan Terdongkrak Duit Migas)

Dengan demikian, secara total, belanja subsidi diprediksi mencapai Rp 228,15 triliun, atau membengkak Rp 71,92 triliun dari target yang sebesar Rp 156,23 triliun. Meski begitu, Sri Mulyani memastikan defisit anggaran tetap terjaga, bahkan kemungkinan di bawah target yang sebesar Rp 325,94 triliun atau 2,19% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

"Kalau tahun ini kami perkirakan kemungkinan defisit akan 2,12% (terhadap PDB). Ini sudah memperhitungkan kenaikan subsidi BBM," ujar dia. Itu artinya, nominal defisit anggaran diprediksi mencapai Rp 314,23 triliun.