Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan kerangka ekonomi makro untuk acuan penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019. Nilai tukar rupiah diperkirakan berkisar 13.700-14.000 per dolar Amerika Serikat (AS). Adapun saat ini, nilai tukar rupiah bertengger di kisaran Rp 14.000-14.100 per dolar AS.
Ia menjelaskan, banyak tantangan dalam menjaga nilai tukar rupiah pada tahun depan seiring dengan normalisasi kebijakan moneter AS. Sebab, normalisasi berupa kenaikan bunga acuan di Negeri paman Sam bakal memengaruhi arus modal secara global. Merespons tantangan global tersebut, Bank Indonesia (BI) pun telah mengerek bunga acuan BI 7 Days Repo Rate.
(Baca juga: Bunga Acuan Naik, Rupiah Tetap Melemah Tembus 14.100 per Dolar AS)
Meski cenderung melemah, pergerakan nilai tukar rupiah dinilai masih dalam rentang yang memadai sehingga tidak selalu berdampak negatif terhadap perekonomian. “Depresiasi nilai tukar pada batas tertentu dapat berdampak positif bagi perbaikan daya saing produk ekspor Indonesia, yang pada gilirannya mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata Sri Mulyani saat Rapat Paripurna di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Jakarta, Jumat (18/5).
Atas dasar itu, ia mengatakan, Indonesia harus mengupayakan pengembangan industri manufaktur, jasa, dan pariwisata agar mampu memanfaatkan situasi tersebut. Di sisi lain, pemerintah bersama Bank Indonesia akan terus mengelola stabilitas ekonomi dan pergerakan nilai tukar rupiah agar tidak terjadi volatilitas yang merusak iklim usaha dan aktivitas ekonomi.
(Baca juga: Pemerintah Kaji Mini Tax Holiday untuk Investasi Rp 100-500 Miliar)
Pemerintah membidik pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 5,4-5,8% tahun depan. Sasaran pertumbuhan ini diarahkan untuk mendorong pemerataan pertumbuhan di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini dilakukan dengan melaksanakan percepatan pembangunan kawasan timur Indonesia, wilayah perbatasan, kawasan terluar dan daerah tertinggal.
Adapun beberapa daerah yang masih mengandalkan sumber daya alam akan diiarahkan untuk mengembangkan perekonomian bernilai tambah, agar tidak rentan terhadap gejolak harga komoditas.
Sementara itu dari sisi sektoral, ekonomi yang mempunyai nilai tambah tinggi dan menciptakan kesempatan kerja akan terus didorong agar berkembang. Pemerintah juga mendorong pengembangan industri berbasis ekonomi digital yang membutuhkan dukungan kualitas sumber daya manusia yang produktif, inovatif dan berdaya saing.
Adapun pertumbuhan investasi dan ekspor bakal terus dipelihara dengan mempermudah perizinan dan menghilangkan regulasi yang menghambat.
Realisasi dan Asumsi Dasar Makro Ekonomi
Indikator | 2016 (Realisasi) | 2017 (Realisasi) | 2018 (APBN) | 2019 (Perkiraan) |
Pertumbuhan Ekonomi (% year on year) | 5,02 | 5,07 | 5,4 | 5,4-5,8 |
Inflasi (%) | 3,02 | 3,61 | 3,5 | 2,5-4,5 |
SPN 3 bulan (%) | 5,7 | 4,98 | 5,2 | 4,6-5,2 |
Kurs Rupiah (Rp/US$) | 13.307 | 13.384 | 13.400 | 13.700-14.000 |
Harga Minyak Mentah Indonesia (US$/barel) | 40,2 | 51,2 | 48 | 60-70 |
Lifting Minyak (ribu barel per hari) | 829 | 803,91 | 800 | 722-805 |
Lifting gas (ribu barel setara minyak per hari) | 1.180 | 1.142,33 | 1.200 | 1.210-1.300 |
Sumber: Kementerian Keuangan