Bank Indonesia (BI) akhirnya menaikkan bunga acuan BI 7 Days Repo Rate 0,25% ke level 4,5%. Kenaikan tersebut dilakukan di tengah pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan banyaknya tantangan global di antaranya arus keluar dana asing imbas siklus kenaikan bunga AS.
“Kebijakan tersebut ditempuh sebagai bagian dari bauran kebijakan BI untuk menjaga stabilitas perekonomian di tengah meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan dunia dan penurunan likuiditas global,” kata Gubernur BI Agus Martowardojo, Kamis (17/5).
(Baca juga: BI Disarankan Kerek Bunga Acuan daripada Cadangan Devisa Terkuras)
Adapun BI menetapkan bunga acuan di level 4,25% sejak September 2017. Penetapan tersebut merupakan bagian dari pemangkasan bunga acuan secara agresif mulai 2016. Kebijakan tersebut ditempuh seiring pencapaian inflasi yang rendah dan ditujukan untuk membantu pemulihan ekonomi.
Seiring kenaikan bunga acuan, BI mengerek bunga fasilitas simpanan (deposit facility) sebesar 0,25% menjadi 3,75%, dan fasilitas pinjaman (lending facility) sebesar 0,25% menjadi 5,25%.
(Baca juga: Tahan Rupiah Melemah, Ini Saran Ekonom Soal Besaran Kenaikan Bunga BI)
Sebelumnya, beberapa ekonom memberikan saran beragam mengenai besaran kenaikan bunga acuan. Ekonom Senior Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menyarankan kenaikan cukup tinggi yaitu 0,5% menjadi 4,75%. Hal itu lantaran gejolak di pasar keuangan dianggap sudah cukup tinggi.
Gejolak kembali terjadi mulai akhir Januari 2018 dipicu arus keluar dana asing terutama imbas meningkatnya ekspektasi kenaikan bunga AS atau Fed Fund Rate. Seiring kondisi tersebut, nilai tukar rupiah melemah hingga belakangan bertengger di kisaran 14.000 per dolar AS.
"Masalahnya adalah gejolak sudah cukup tinggi. BI tidak menaikkan suku bunga pada April sehingga sekarang pasar mengharap kenaikan cukup besar," kata ekonom senior Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah kepada Katadata.co.id, Rabu (16/5).
Pendapat senada disampaikan Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aviliani. Ia menyarankan kenaikan bunga acuan sebesar 0,5% menjadi 4,75%. Sebab, kenaikan 0,25% dianggap tidak cukup meredam arus keluar dana asing.
(Baca juga: Puluhan Triliun Dana Asing Hengkang, Risiko Arus Keluar Masih Ada)
Berbeda pendapat, Ekonom CORE lainnya Mohammad Faisal justru menilai BI tidak boleh gegabah untuk menaikkan bunga acuan lebih dari 0,25%. Sebab, menurut dia, pelemahan nilai tukar rupiah berjalan relatif lamban. "Tidak drastis. Jadi penaikan 25 basis points untuk saat ini saya rasa masih cukup," katanya.
Menurut dia, kenaikan moderat tersebut sudah dapat memberikan insentif bagi pasar dan menahan arus keluar dana asing. Di sisi lain, kenaikan moderat juga diperlukan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi.
Sementara itu, Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono menyarankan kenaikan bertahap, yaitu sebesar 0,25%. Jika depresiasi nilai tukar rupiah sudah semakin besar, kenaikan bisa sebesar 0,5%.
Kenaikan tersebut diharapkan bisa meningkatkan daya tarik penempatan dana dalam rupiah. Dengan begitu, bisa meredam kemungkinan orang berbondong-bodong beralih ke penempatan dana dalam aset ataupun mata uang dolar AS yang bisa semakin menekan nilai tukar rupiah.