Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) bakal mengumumkan kebijakan bunga acuan BI 7 Days Repo Rate pada Kamis (17/5) ini. Para ekonom punya pandangan berbeda soal besaran kenaikan bunga acuan yang diperlukan di tengah tekanan kurs rupiah dan siklus kenaikan bunga acuan Amerika Serikat (AS) atau Fed Fund Rate.
Ekonom Senior Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menyarankan kenaikan cukup tinggi yaitu 0,5% menjadi 4,75%. Hal itu lantaran gejolak di pasar dianggap sudah cukup tinggi. Gejolak kembali terjadi mulai akhir Januari 2018 dipicu arus keluar dana asing terutama imbas meningkatnya ekspektasi kenaikan Fed Fund Rate.
Seiring gejolak tersebut, nilai tukar rupiah sempat menembus 14.100 per dolar AS. "Masalahnya adalah gejolak sudah cukup tinggi. BI tidak menaikkan suku bunga pada April sehingga sekarang pasar mengharap kenaikan cukup besar," kata ekonom senior Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah kepada Katadata.co.id, Rabu (16/5).
(Baca juga: Jelang Rapat BI, Agus Martowardojo Tegaskan Peluang Bunga Acuan Naik)
Piter menjelaskan, kenaikan 0,5% tersebut dengan mempertimbangkan Fed Fund Rate yang kemungkinan bakal melebihi 2% tahun ini. "Gejolak nilai tukar akan berlangsung, istilahnya tidak nendang kalau hanya 25 basis points (0,25%)," ujar dia.
Kenaikan tersebut diyakini Piter tak akan langsung berdampak pada melemahnya penyaluran kredit perbankan dan pertumbuhan ekonomi. Hal itu dengan melihat kondisi dua tahun belakangan. Pemangkasan secara agresif bunga acuan sepanjang 2016-2017 tidak menyebabkan penyaluran kredit tumbuh tinggi.
Berbeda pendapat, Ekonom CORE lainnya Mohammad Faisal justru menilai BI tidak boleh gegabah untuk menaikkan bunga acuan lebih dari 0,25%. Sebab, menurut dia, pelemahan nilai tukar rupiah berjalan relatif lamban. "Tidak drastis. Jadi penaikan 25 basis points untuk saat ini saya rasa masih cukup," katanya.
(Baca juga: BI Disarankan Kerek Bunga Acuan daripada Cadangan Devisa Terkuras)
Menurut dia, kenaikan moderat tersebut sudah dapat memberikan insentif bagi pasar dan menahan arus keluar dana asing. Di sisi lain, kenaikan moderat juga diperlukan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi.
Sementara itu, sejalan dengan Piter, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aviliani menyarankan kenaikan bunga acuan sebesar 0,5% menjadi 4,75%. Kenaikan 0,25% dianggap tidak cukup meredam arus keluar dana asing.
“Kalau dibandingkan Amerika (Fed Fund Rate), memang (BI 7 Days Repo Rate) sudah waktunya naik,” kata dia. Untuk menjaga laju pertumbuhan ekonomi di tengah bunga acuan yang lebih tinggi, ia mendorong pemerintah untuk mengoptimalkan bantuan sosial untuk masyarakat menengah dan bawah.
Di sisi lain, Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono menyarankan kenaikan bertahap, yaitu sebesar 0,25%. Jika depresiasi nilai tukar rupiah sudah semakin besar, kenaikan bisa sebesar 0,5%.
Kenaikan tersebut diharapkan bisa meningkatkan daya tarik penempatan dana dalam rupiah. Dengan begitu, bisa meredam kemungkinan orang berbondong-bodong beralih ke penempatan dana dalam aset ataupun mata uang dolar AS yang bisa semakin menekan nilai tukar rupiah.
"Meski tidak ada jaminan (kenaikan bunga acuan) bisa menjaga depresiasi (kurs rupiah) tapi setidaknya mengurangi beban (stabilisasi kurs melalui penggunaan) cadangan devisa," kata Tony.
Sementara itu, jika mengacu pada data Bloomberg, ekonom punya prediksi berbeda soal potensi kenaikan bunga acuan. Beberapa memprediksi kenaikan 0,25% menjadi 4,5%, sedangkan sisanya memprediksi BI masih akan mempertahankan bunga acuan tetap.
Adapun Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution berharap BI mengkaji bunga acuan. Namun, mantan Gubernur BI tersebut enggan mengungkapkan harapannya soal perlu tidaknya untuk segera menaikkan bunga acuan.
“Bank Indonesia itu akan me-review suku bunga biasanya di Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulanan, dan BI setahun ke depan sudah ada tanggalnya kapan RDG, jadi tunggu saja,” ujar dia.
Jika bunga acuan diputuskan naik, ia menilai dampaknya terhadap laju ekonomi belum bisa dipastikan. Apalagi, pergerakan bunga acuan bisa berubah seiring perkembangan inflasi dan nilai tukar rupiah. “Begini, kalau suku bunga naik, tidak berarti naik terus-terusan. Satu-dua bulan ke depan kan bisa lain lagi ceritanya,” kata dia.
Tahun ini, pemerintah membidik pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4%, lebih tinggi dibandingkan tahun lalu 5,07%. Adapun pertumbuhan ekonomi pada kuartal I tahun ini tercatat sebesar 5,06%. (Baca juga: Diselamatkan Investasi, Ekonomi Indonesia Kuartal 1 Tumbuh 5,06%)