Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan penerimaan perpajakan perlu dioptimalkan untuk mendanai pembangunan infrastruktur, terlebih di tengah dinamika perekonomian global dan nasional yang tak menentu.

“Penerimaan perpajakan merupakan tumpuan,” kata Prastowo dalam diskusi mengenai perpajakan di Jakarta, Senin (14/5). Atas dasar itu, ia pun mendorong pemerintah untuk terus melakukan reformasi perpajakan. (Baca juga: Kurs Rupiah di Atas Rp 14.000, Kemenkeu Sebut Dampak ke APBN Positif)

Menurut dia, reformasi perpajakan perlu berfokus pada perbaikan regulasi, prosedur, peningkatan kualitas dan integritas sumber daya manusia, dan peningkatan pelayanan. Selain itu, ia mendorong keadilan dalam audit pajak melalui implementasi manajemen risiko kepatuhan (compliance risk management).

Pertukaran informasi keuangan (Automatic Exchange of Information) untuk kebutuhan pajak juga perlu didukung dengan infrastruktur yang memadai. Tujuannya, untuk menjaga akurasi data dan membantu analisis data.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan, penerimaan perpajakan yaitu dari pajak dan cukai mencapai Rp 416,9 triliun per akhir April atau 25,77% dari target tahun ini. Jumlah tersebut tumbuh 25,8% dibandingkan periode sama tahun lalu.

Khusus penerimaan pajak, pertumbuhannya mencapai 11,2% secara tahunan jika penerimaan dari program pengampunan pajak (tax amnesty) diperhitungkan, dan nyaris 15% jika tidak diperhitungkan. Kontribusi terbesar berasal dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang tumbuh 14,1% dan Pajak Penghasilan (PPh) nonmigas yang tumbuh 17,3% tanpa memperhitungkan penerimaan dari tax amnesty.

Prastowo memprediksi realisasi penerimaan pajak akan membaik tahun ini, yaitu mencapai 92% dari target. “Implikasinya defisit APBN akan lebih kecil,” kata dia. (Baca juga: Lelang Surat Utang Sepi, Pinjaman Asing Bisa jadi Opsi Biayai APBN)