Tekanan terhadap nilai tukar rupiah terus berlanjut menyusul kenaikan imbal hasil (yield) surat berharga Amerika Serikat (AS) dan penguatan dolar AS. Asosiasi pengusaha dan bankir menilai BI tak bisa terus menerus melakukan intervensi nilai tukar rupiah dengan mengguyur valas ke pasar. Sebab, langkah tersebut bisa menekan cadangan devisa.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Hariyadi Sukamdani berpendapat, BI harus menaikkan suku bunga acuan BI 7 Days Repo Rate untuk meredam tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Dengan langkah itu, diharapkan aksi spekulasi juga bisa diredam. “Harus naik meskipun kenaikan tersebut akan berdampak pada pelambatan ekonomi,” kata Hariyadi di Jakarta, Rabu (25/4).
(Baca juga: Kadin Harap Rupiah Terjaga di Level Rp 13.700 per Dolar AS)
Adapun kenaikan imbal hasil surat berharga AS dan penguatan dolar AS terjadi seiring membaiknya data-data ekonomi di negara Paman Sam. Perbaikan ekonomi di negara tersebut memperbesar peluang kenaikan bunga acuan AS alias Fed Fund Rate lebih cepat dari ekspektasi. Alhasil, penempatan dana dalam aset berdenominasi dolar AS menjadi lebih menarik.
Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo mengatakan kemungkinan percepatan kenaikan Fed Fund Rate memang perlu direspons BI dengan menaikkan BI 7 Days Repo Rate. “Kalau indonesia secara arah tidak merespons nanti dianggap kita terlambat. Yang ada terjadi sell off (aksi jual) di bond (obligasi) dan equity-nya (saham),” ucapnya.
Ia pun menekankan, kenaikan bunga acuan tidak akan serta merta mengerek tingkat bunga deposito atau kredit perbankan. Sebab, perbankan memiliki logika khusus dalam menentukan tingkat bunga. Buktinya, rata-rata suku bunga deposito bank-bank acuan yang dikeluarkan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tidak sepenuhnya dipengaruhi BI 7 Days Repo Rate.
“Kalau reference rate (BI 7 Days Repo Rate) kita naik, selama pertumbuhan kredit tidak tumbuh terlalu cepat rasanya suku bunga dana maupun kredit tidak akan mengikuti terlalu cepat. Jadi, tidak usah terlalu khawatir suku bunga kredit langsung naik,” kata dia.
(Baca juga: Kredit Korporasi Besar Melemah, Pertumbuhan Kredit 2 Bank BUMN Merosot)
Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menyarankan BI untuk memberikan sinyal kenaikan BI 7 Days Repo Rate kepada pasar. Apalagi, jika meyakini adanya tren kenaikan inflasi ke depan. “Selama ini masih netral, belum ada sinyal,” kata dia. Harapannya, sinyal tersebut bisa menenangkan pasar.
BI akan kembali menggelar rapat bulanan untuk memutuskan kebijakan BI 7 Days Repo Rate pada 16-17 Mei 2018 mendatang. Adapun Bank sentral Malaysia tercatat sudah menaikkan bunga acuannya pada Januari 2018 lalu, setelah 3,5 tahun lamanya tidak menaikkan bunga acuan.
Pada Kamis (26/4), nilai tukar rupiah di pasar spot tercatat bergerak di rentang 13.905-13.935 per dolar AS. Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok ke bawah level 6.000. Pada pukul 15.00, IHSG berada di level 5.899 atau turun 2,97% dibandingkan penutupan hari sebelumnya. Level tersebut merupakan yang terlemah sejak akhir November 2017.