Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok bakal berdampak terhadap ekonomi Indonesia. Sebab, beberapa jenis barang yang diekspor ke AS bakal terkena tarif bea masuk yang lebih mahal. Namun, Asisten Gubernur Bank Indonesia (BI) Doddy Budi Waluyo meyakini dampaknya ke ekonomi Indonesia kecil.
Sebelumnya, Presiden Donald Trump mengumumkan rencana penerapan tarif bea masuk untuk impor baja dan alumunium masing-masing sebesar 25 % dan 10 %. Adapun Indonesia disebut Doddy lebih banyak mengekspor baja dan alumunium ke Tiongkok.
"Kemungkinan koreksi ke pertumbuhan ekonomi kita 0,02 %, itu yang terburuk. Jadi memang bisa dikatakan kecil karena ekspor alumunium sama baja, kita bukan merupakan komoditi utama," kata Doddy saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan sebagai calon Deputi Gubernur BI, di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Jakarta, Selasa (27/3).
Meski begitu, ia tidak memungkiri perang dagang akan memengaruhi perdagangan dunia. "Jadi overall bisa dikatakan trade war itu dampaknya nanti ke global akan turun perdagangannya. Volume perdagangan dunia akan melambat," ucapnya. Alhasil, bisa mempengaruhi pertumbuhan ekonomi global.
(Baca juga: Pemerintah Antisipasi Lonjakan Impor Dampak Perang Dagang Tiongkok-AS)
Sementara itu, sebelumnya, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Ari Kuncoro mengatakan jika pertumbuhan ekonomi dunia menurun, maka akan berdampak juga terhadap ekonomi Indonesia. Sebab, “Kalau pertumbuhan seluruh dunia kurang, nanti belanja Tiongkok akan menjadi sedikit," ucapnya.
Adapun tahun ini, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,4%. Sejauh ini, masih ada beda prediksi soal pertumbuhan ekonomi di kuartal I 2018. Di satu sisi BI memprediksi pertumbuhan ekonomi di kuartal I lebih baik dari periode sama tahun lalu yang sebesar 5,01%, sedangkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution lebih pesimistis. “Sama (dengan kuartal I 2017) saja sudah bagus,” kata dia.
(Baca juga: Kredit Tumbuh Tipis, BI dan Pemerintah Beda Prediksi Soal Laju Ekonomi)