Pemerintah memutuskan untuk tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan tarif listrik hingga 2019. Keputusan tersebut bakal berdampak pada kenaikan anggaran subsidi energi. Dalam kondisi seperti ini, ekonom menilai, pemerintah mau tidak mau harus memperketat anggaran lainnya.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Ari Kuncoro mengatakan pos anggaran yang bisa diperketat di antaranya perjalanan dinas. “Mau tidak mau harus ada efisiensi anggaran, yang tidak perlu misalnya perjalanan dinas luar negeri, itu tidak usah,” kata dia beberapa waktu lalu.
Adapun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018, pemerintah menganggarkan subsidi energi Rp 94,55 triliun. Jumlah tersebut terdiri dari subsidi BBM dan LPG 3 KG Rp 46,86 triliun dan subsidi listrik Rp 52,66 triliun. Ini artinya, sekitar 60,53% dari total subsidi yang sebesar Rp 156,2 triliun.
Menurut Ari, pemerintah memang dihadapkan pada kondisi dilematis. Jika menaikkan harga BBM bersubsidi dan listrik, stabilitas politik bakal terganggu. Maka itu, opsi yang dipilih adalah menahan harganya, dengan konsekuensi anggaran subsidi energi membesar. (Baca juga: Subsidi Energi Akan Ditambah, Sri Mulyani Pastikan Defisit APBN Aman)
Ia pun menilai pemerintah tak perlu gentar lantaran keputusan tersebut dikritik lembaga pemeringkat internasional dan berisiko mempengaruhi peringkat (rating) utang jangka panjang pemerintah. Sebab, pemerintah memang harus mendahulukan stabilitas di dalam negeri. (Baca juga: Pemerintah Diperingatkan Kebijakan Harga BBM Ancam Rating Utang)
“Stabilisasi ya stabilisasi. Penilaian seperti Moody's cuma (berpengaruh ke) rating, kalau itu turun bisa naik lagi kan. Jangan terlalu mikirin sentimen pasar. Dijadikan sebagai masukan boleh,” kata dia.
Di sisi lain, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Muhammad Ikhsan melihat potensi kenaikan defisit anggaran di atas target APBN 2018 yang sebesar 2,19% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
“Defisit pasti makin lebar. Itu pasti hukum alam. Tapi, pasti masih di bawah (ketentuan) 3%. Bisa 2,5 atau 2,6%,” kata dia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution optimistis defisit anggaran masih terjaga meski subsidi energi bertambah. Salah satu penyebabnya, adanya tambahan penerimaan negara seiring kenaikan harga minyak.