Bank Indonesia (BI) tengah mengkaji mengenai kemungkinan penerbitan mata uang digital bank sentral (Central Bank Digital Currency) atau rupiah digital. Kajian ditargetkan selesai dalam dua tahun atau pada 2020.
"Kalau di timeline, (kajian) kami akan selesai dua tahun karena kajiannya sangat mendalam,” kata Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Onny Widjanarko di kantornya, Rabu (31/1).
Hal-hal yang dikaji di antaranya implikasi penggunaan mata uang digital, landasan hukum, teknologi dan infrastrukturnya. Selain itu, biaya yang dibutuhkan. Setelah kajian selesai, BI baru bisa memutuskan apakah rupiah digital akan diuji coba atau tidak.
Atas dasar itu, ia menegaskan, belum ada rencana untuk menerbitkan mata uang digital. Adapun langkah BI mengkaji mata uang digital seiring dengan langkah bank-bank sentral negara lainnya.
Menurut Onny, sekitar 70% bank sentral di dunia tengah mengkaji hal yang sama. Adapun Ekuador tercatat sebagai negara pertama yang meluncurkan sistem uang elektronik di negaranya yaitu pada 2015 lalu.
"(Apa yang dilakukan) Ekuador itu merupakan langkah yang berani," ucapnya. Di sisi lain, Inggris, Singapura, dan Kanada sedang dalam tahap uji coba. BI pun akan melihat perkembangan di negara-negara tersebut.
Adapun mata uang digital bank sentral berbeda dengan cryptocurrency seperti bitcoin. Sebab, mata uang digital yang dimaksud di bawah wewenang bank sentral. Bentuknya kemungkinan seperti bank notes namun dalam bentuk digital.