Apindo Tolak Rencana Sri Mulyani Turunkan Batasan Omzet Kena Pajak

Katadata | Donang Wahyu
Ilustrasi kegiatan UMKM.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
25/1/2018, 12.21 WIB
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menolak rencana Menteri Keuangan Sri Mulyani menurunkan batasan omzet Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang saat ini sebesar Rp 4,8 miliar per tahun. Apindo berharap tanpa penurunan batasan omset kena pajak, pemerintah tetap dapat menurunkan pajak penghasilan (PPh) final untuk usaha kecil dan menengah (UKM) dari satu persen menjadi 0,5%. 
 
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menilai batasan PKP Rp 4,8 miliar sudah cukup moderat. Apabila pemerintah menurunkan batasan PKP akan berdampak negatif bagi para pelaku usaha.
 
"Dampaknya bakal negatif karena karena jika threshold diturunkan,  mereka bayar pajaknya kenanya lebih rendah," kata Hariyadi di Hotel Ibis Harmoni, Jakarta, Rabu (24/1). Lebih lanjut Hariyadi mengatakan beban pajak yang lebih besar akan menyusahkan bisnis UKM.
 
Sri Mulyani Indrawati berencana menurunkan ambang batas (threshold) PKP, disertai dengan menurunkan PPh UKM yang sebelumnya dipatok satu persen menjadi hanya 0,5%. Kebijakan ini rencananya akan tertuang dalam revisi Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.
 
Haryadi mengatakan, tarif PPh final UKM menjadi 0,5% atau turun separuhnya akan merangsang UKM untuk bertumbuh lebih cepat. Namun, apabila disertai penurunan batasan omzet kena pajak akan membebani UMKM.
Hariyadi mengatakan lebih baik tarif PPH final UKM tetap satu persen tanpa penurunan batasan PKP.
 
"Jadi lebih baik berlaku batasan PKP Rp 4,8 miliar. Itu angka yang moderat, atau threshold tetap dan tarif PPh diturunkan," katanya.
 
Hariyadi mengatakan saat ini sedang membicarakan kebijakan tersebut dengan Kementerian Keuangan.  Dia memahami alasan pemerintah yang memunculkan wacana tersebut. Alasannya, saat ini banyak pengusaha yang kerap tiba-tiba berubah menjadi UKM sehingga bebas dari batasan PKP.
 
"Karena banyak pengusaha mengaku sebagai UKM, jadi ada wacana Rp 4,8 miliar itu untuk semua individu (UKM), tidak badan hukum. Jadi kami masih bicarakan," kata Hariyadi.