IMF: Ekonomi Dunia Menguat, Terutama Negara Berkembang di Asia

Arief Kamaludin | Katadata
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde
23/1/2018, 10.36 WIB

International Monetary Fund (IMF) atau Dana Moneter Internasional merevisi naik prediksi pertumbuhan ekonomi dunia pada 2018, dari sebelumnya sebesar 3,7% menjadi 3,9%. Prediksi tersebut mencerminkan meningkatnya momentum pertumbuhan ekonomi dunia dan ekspektasi dampak dari kebijakan pemangkasan pajak yang dilakukan Amerika Serikat (AS).

Dalam laporan World Economic Outlook (WOE), IMF menyatakan, perubahan kebijakan pajak di AS bakal merangsang aktivitas bisnis di Negeri Paman Sam. Kondisi tersebut seiring dengan meningkatnya investasi bisnis lantaran pajak korporasi yang lebih rendah. “Dampaknya terhadap ekonomi AS diprediksi bakal positif hingga 2020, secara kumulatif naik 1,2% hingga tahun tersebut,” demikian tertulis.

Dampak kebijakan pajak AS terhadap negara tersebut dan mitra dagangnya berkontribusi separuh terhadap akumulasi revisi pertumbuhan ekonomi dunia. IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi AS bakal mencapai 2,7%, lebih tinggi dari estimasi sebelumnya yaitu 2,3%. Prediksi tersebut juga di atas estimasi pertumbuhan ekonomi tahun lalu yang sebesar 2,3%.

Dengan perbaikan ekonomi AS, pertumbuhan ekonomi di negara maju, secara kumulatif masih akan kuat, yaitu di kisaran 2,3%, sama seperti estimasi pertumbuhan ekonomi tahun lalu. Meskipun, mayoritas negara maju diprediksi mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi di tahun ini.

Adapun meningkatnya investasi, terutama di negara-negara maju, dan meningkatnya produksi manufaktur dari Asia seiring akan diluncurkannya model terbaru dari ponsel-ponsel pintar, telah membuat perdagangan dunia menguat dalam beberapa bulan belakangan.

Maka itu, IMF pun melihat potensi penguatan pertumbuhan ekonomi bakal paling kelihatan di negara-negara pengekspor besar. “Indeks-indeks purchasing manager mengindikasikan aktivitas manufaktur yang kuat ke depan, konsisten dengan keyakinan konsumen yang menguat membuat permintaan yang sehat,” demikian tertulis. 

IMF memprediksi, pertumbuhan ekonomi di negara berkembang dan negara yang pasarnya tengah berkembang (emerging market) bisa mencapai 4,9% tahun ini, lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang diestimasi hanya mencapai 4,7%. Akselerasi pertumbuhan utamanya terjadi di negara latin Amerika dan Karibian; Negara Timur Tengah, Afrika Utara, Afganistan dan Pakistan; serta Sub-saharan.

Sementara itu, laju ekonomi negara berkembang dan emerging market di Asia masih paling kencang yaitu mencapai 6,5% tahun ini, sama dengan estimasi laju ekonomi di tahun lalu. Secara khusus, laju ekonomi ASEAN-5 diprediksi mencapai 5,3% di tahun lalu dan tahun ini. (Baca juga: Bank Dunia: Pilkada dan Harga Minyak Bayangi Ekonomi RI 2018

Adapun ekonomi India diprediksi bakal mengalami akselerasi dari tahun lalu yang diestimasi 6,7% menjadi 7,4% tahun ini, sedangkan Tiongkok melemah dari tahun lalu yang diprediksi 6,8% menjadi 6,6% tahun ini.

Di sisi lain, laju ekonomi negara berkembang dan emerging market di Eropa diprediksi kembali melemah, setelah melonjak di tahun lalu. Pertumbuhan ekonomi diestimasi mencapai 5,2% tahun lalu, lalu menjadi 4% tahun ini. Perlambatan diprediksi bakal berlanjut ke tahun berikutnya.

IMF memprediksi, momentum pertumbuhan ekonomi masih akan berlanjut ke tahun depan. Maka itu, institusi tersebut juga merivisi naik prediksi pertumbuhan ekonomi dunia di 2019, dari sebelumnya 3,7% menjadi 3,9%.

Namun, dalam pidatonya saat Konferensi Pers perkembangan WEO, Managing Director IMF Christine Lagarde mengatakan, belum saatnya untuk merasa puas dengan perkembangan ekonomi yang ada. “Masih terlalu banyak orang yang tertinggal dari pemulihan. Faktanya, sekitar seperlima negara yang pasarnya tengah berkembang dan negara maju melihat pendapatan per kapitanya menurun di 2017,” kata dia, Senin (22/1).

Selain itu, ia menyebut pertumbuhan ekonomi yang tinggi kebanyakan hanya merupakan siklus dan masih ada risiko ketidakpastian ke depan. “Periode panjang bunga rendah telah membuat sektor finansial berpotensi mengalami kerentanan yang serius,” ucapnya. Ia juga mencermati kenaikan utang yang mengganggu di berbagai negara.