Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan tingkat Inflasi tahun 2017 sebesar 3,61%. Angka itu lebih rendah di bawah asumsi inflasi dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RABPNP) 2017 yakni 4,3%.
“Selama 3 tahun terakhir, inflasi terkendali di bawah target, kami berharap bisa lebih baik pada 2018,“ kata Kepala BPS Suhariyanto di kantornya, Selasa (2/1/2018).
Jika dirunut ke belakang, pada 2012 nilai inflasi sebesar 4,30%. Selanjutnya, inflasi sempat melonjak hingga 8,38% pada 2013, dan hanya turun sedikit menjadi 8,36% pada 2014. Namun, pemerintah bisa menekan inflasi hingga menjadi 3,35% pada 2015 dan kembali menyusut hingga 3,02% pada tahun lalu.
Suhariyanto menyatakan, pada 2017, penyebab inflasi utama adalah kenaikan tarif listrik yang berkontribusi sebesar 0,81%. "Polanya berubah, pemerintah menyadari ada kebijakan penyesuan tarif listrik Januari, dampaknya pada Mei yang mewarnai inflasi 2017," ujar pria yang akrab disapa Kecuk ini.
(Baca juga: Pasokan Cukup, Darmin Klaim Harga Beras Hanya Naik Kurang 1%)
Selain itu, biaya perpanjangan STNK turut menyumbang 0,24% terhadap inflasi, ikan segar 0,20%, bensin 0,18%, dan beras 0,16%.
Selain beras, volatile food tidak berpengaruh besar terhadap inflasi karena pengendalian harga dinilai cukup baik. Hal ini berbeda dengan penyumbang inflasi pada 2016 yang disebabkan oleh cabai merah, rokok kretek filter, bawang merah, tarif angkutan udara, dan bawang putih.
Ia juga mengungkapkan pada bulan Desember 2017 terjadi inflasi sebesar 0,71%. Dari 82 kota yang dipantau BPS, seluruh kota mengalami inflasi yang disebabkan oleh kenaikan tarif angkutan udara di musim liburan akhir tahun.
Pada 2017, inflasi Desember merupakan nilai tertinggi setelah Januari, yang mencapai 0,97%. Sebaliknya, deflasi hanya terjadi 2 kali pada 2017, yaitu pada Maret dan Agustus.
“Penyebab inflasi Desember 2017 ada dua, yaitu bahan makanan dan transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan,” kata Kecuk. Menurut data BPS, bahan makanan mengalami inflasi sebesar 2,26% dan transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,75%.
Secara umum, beberapa komoditas yang ikut andil terbesar adalah beras, ikan segar, dan telur ayam ras - masing-masing sebesar 0,08%. Kemudian juga daging ayam ras sebesar 0,07% dan cabai merah senilai 0,06%.