Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan pemerintah bakal merespons pemangkasan pajak di Amerika Serikat (AS). Saat ini, dirinya bersama Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan dan jajarannya tengah melakukan pengkajian.

Adapun pengkajian dilakukan secara komprehensif baik dari sisi administrasi perpajakan, kemudahan pembayaran pajak, hingga tarif dan insentif pajak. "(Reformasi kebijakan perpajakan) Ini bisa jadi tolak ukur bagi kami," kata Sri Mulyani di Jakarta, Rabu (27/12).

Rencananya, hasil kajian tersebut akan dituangkan dalam beberapa aturan perpajakan yang kini dalam proses revisi. Aturan yang dimaksud yakni Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pajak Penghasilan (PPh), dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 

"Jadi bagusnya revisi UU KUP belum selesai dibahas. Begitu juga revisi UU PPh maupun PPN, kami bisa lakukan benchmarking terhadap apa yang dilakukan AS sehingga kami tidak terlalu tertinggal," ucapnya.

Ia berharap, iklim investasi di Indonesia juga akan terus membaik seiring dengan langkah cepat pemerintah merespons berbagai kondisi yang ada, termasuk reformasi perpajakan di AS.

Sebelumnya, Kongres AS telah menyetujui reformasi perpajakan yang diajukan Presiden Donald Trump. Dengan persetujuan tersebut, masyarakat AS bakal menikmati pajak yang lebih ringan ke depan.

Pajak individu berpendapatan tinggi (top individual) bakal turun dari 39,6% menjadi 37%, sedangkan pajak korporasi turun dari 35% menjadi 21%. Kebijakan ini disebut-sebut berpotensi membangkitkan ekonomi di negara tersebut. Alhasil, investasi di AS menjadi lebih berdaya tarik.

Meski begitu, pada kesempatan lain, Sri Mulyani sempat menyatakan optimismenya bahwa investor asing tidak akan meninggalkan Indonesia. Sebab, berinvestasi di Indonesia masih lebih menarik dibandingkan di Negeri Paman Sam. Salah satu penyebabnya yaitu pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih tinggi.

Selain itu, prospek ekonomi Indonesia positif. Indonesia juga memiliki bonus demografi lantaran banyaknya penduduk berusia muda. “Jadi walaupun sentimennya sekarang menuju ke AS, kami bisa mengatakan berbisnis dan investasi di Indonesia itu lebih menarik,” kata dia.

Kenaikan peringkat utang jangka panjang Indonesia oleh lembaga pemringkat internasional Fitch ratings juga diharapkan bakal memperkuat keyakinan investor terhadap prospek investasi di Indonesia. Sebelumnya, Fitch menaikkan peringkat Indonesia dari BBB- menjadi BBB dengan prospek stabil. (Baca juga: Belum Puas Peringkat Utang RI dari Fitch, Sri Mulyani: Masih Bisa AAA)

Ke depan, untuk menambah daya tarik Indonesia, ia pun menekankan pentingnya memperbaiki peringkat kemudahan berusaha (Ease of Doing Business/EODB). Saat ini, Indonesia berada di posisi 72 dari 190 negara. Posisi tersebut naik 37 level dalam dua tahun. Targetnya, Indonesia bisa segera naik ke peringkat 40.