Penerimaan pajak hingga November 2017 sudah mencapai 78 persen dari target Rp 1.283,6 triliun atau sekitar Rp 1.001,21 triliun. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan optimistis selisih target dengan penerimaan (shortfall) pajak hingga akhir tahun lebih rendah dibandingkan tahun lalu.
Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Yon Arsal mengatakan posisi penerimaan pajak hingga awal Desember 2017 sudah lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada 2016. Bahkan, perhitungan itu sudah menghilangkan perolehan dari program pengampunan pajak (tax amnesty).
Artinya, kata Yon, penerimaan pajak secara alamiah sudah tumbuh. Meski begitu, ia mengaku masih sulit bagi Ditjen Pajak untuk mengejar target penerimaan hingga 100 persen. "Kami ada di posisi yang lebih baik dari tahun lalu. Tahun lalu di periode ini, penerimaan baru sekitar Rp 958 triliun. Jadi shortfall-nya sudah Rp 400-an triliun. Sekarang hanya sekitar Rp 280an triliun," ujar dia saat pelatihan Kemenkeu di Bogor, Rabu (13/12).
(Baca: Ditjen Pajak Telusuri Harta Tersembunyi 770 Ribu Wajib Pajak)
Dia merinci Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam negeri sudah tumbuh 15 persen dan impor 20 persen. Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi tumbuh 44 persen dan Badan tumbuh 17 persen. Serta PPh pasal 21 yang tumbuh 6 persen. Pertumbuhan PPh pasal 21 ini cukup positif, meski ada persoalan kesalahan penyerahan bukti potong di beberapa daerah, sehingga harus ada pembetulan kembali.
Lebih rinci lagi, dia menjelaskan tiga sektor terbesar yang pertumbuhan pajaknya cukup tinggi. Penerimaan dari sektor pertambangan tumbuh 30 persen, di luar amnesti pajak dan revaluasi aset. Pajak yang berasal dari PPh pasal 25 dan 29 yang berupa PPh terutang dari sektor ini, juga tumbuh 27 persen.
(Baca: Penerimaan Kurang Rp 426 Trliun, Ditjen Pajak Andalkan 4 Pemasukan)
"Ini karena ada peningkatan harga komoditas, sehingga memberikan kontribusi terhadap pulihnya unit usaha di sektor ini," kata Yon. Pertumbuhan penerimaan pajak terbesar disusul oleh sektor perdagangan yang mencapai 18-19 persen. Baru kemudian sektor pengolahan yang pajaknya juga tercatat tumbuh 17 persen.
Dia mengaku, sebenarnya realisasi penerimaan pajak hingga Oktober, di luar tax amnesty, masih minus. Namun, saat ini sudah tumbuh 14-15 persen. Berkaca pada realisasi tahun ini, ia semakin optimistis dalam mengejar target penerimaan pajak di 2018 yang sebesar Rp 1.424 triliun.
“Didukung juga per jenis pajak, per sektor, kondisi ekonomi yang tumbuh, inflasi terpelihara, harga komoditas stabil. Semua kombinasi itu membuat rasa optimis."
(Baca: Aturan Pajak Rokok Buat Tambal Defisit BPJS Terbit Akhir Tahun)