Bank Indonesia (BI) mencatat neraca pembayaran Indonesia (NPI) surplus US$ 5,4 miliar pada kuartal III 2017 lalu. Realisasi ini meningkat hampir delapan kali lipat dibandingkan surplus kuartal sebelumnya yang hanya US$ 700 juta. Kondisi ini membuat cadangan devisa Indonesia melonjak ke level tertingginya sepanjang masa yaitu US$ 129,4 miliar pada akhir September 2017.

Secara garis besar, surplus terjadi karena defisit pada transaksi berjalan (current account defisit/CAD) menurun disokong surplus neraca perdagangan barang. Sedangkan surplus pada transaksi modal dan finansial naik drastis imbas derasnya arus masuk investasi asing langsung, di antaranya di bidang e-commerce. (Baca juga: Modal Tiongkok Guyur Startup Lokal)

Defisit transaksi berjalan tercatat hanya US$ 4,3 miliar atau 1,65% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), lebih rendah dibandingkan kuartal sebelumnya US$ 4,8 miliar atau 1,91% terhadap PDB.

Neraca transaksi berjalan ini merangkum transaksi perdagangan internasional (ekspor dan impor) barang dan jasa, pendapatan investasi, pembayaran cicilan dan pokok utang luar negeri (ULN), serta saldo kiriman dan transfer uang dari dan ke luar negeri.

BI menjelaskan, penurunan defisit transaksi berjalan utamanya karena kenaikan surplus neraca perdagangan barang didorong oleh meningkatnya ekspor, baik secara nilai maupun volume. Transaksi perdagangan barang mengalami surplus US$ 5,3 miliar, atau meningkat US$ 500 juta dibandingkan kuartal sebelumnya. (Baca juga: Konsumsi Berisiko Masih Lemah, BI Andalkan Ekspor dan Investasi)

“Perbaikan kinerja neraca perdagangan barang tersebut dipengaruhi oleh peningkatan surplus neraca perdagangan nonmigas yang disertai dengan penurunan defisit neraca perdagangan migas,” demikian dikutip dari laporan NPI yang dilansir BI, Jumat (10/11). Sementara itu, defisit transaksi jasa tercatat naik tipis menjadi US$ 2,2 miliar.

Di sisi lain, surplus transaksi modal dan finansial mencapai US$ 10,4 miliar atau melonjak US$ 4,6 miliar dibandingkan kuartal sebelumnya. Surplus utamanya disokong oleh investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) yang naik signifikan di tengah turunnya surplus investasi portofolio.

"Peningkatan arus masuk investasi langsung tersebut terutama terjadi pada sektor nonmigas, didorong adanya transaksi akuisisi beberapa perusahaan e-commerce domestik oleh investor asing dan penerbitan obligasi global oleh beberapa perusahaan melalui Special Purpose Vehicle (SPV) di luar negeri,” demikian tertulis. (Baca juga: Terima Rp 14,6 Triliun dari Alibaba, Tokopedia Bangun Pusat Riset)

Secara rinci, surplus investasi asing langsung tercatat US$ 6,8 miliar atau naik US$ 2 milliar dibandingkan kuartal sebelumnya. Adapun berdasarkan negara asal investasi, aliran masuk modal investasi asing langsung selama kuartal III masih didominasi dari negara di kawasan ASEAN, disusul kemudian oleh negara ekonomi berkembang di Asia termasuk Tiongkok, dan negara di kawasan Eropa.

Sementara itu, surplus investasi portofolio tercatat hanya US$ 4,1 miliar atau turun US$ 4 miliar dibandingkan kuartal sebelumnya. Penyebab utamanya, arus keluar investasi asing dari pasar saham domestik. Untungnya, penurunan lebih besar bisa ditahan karena pemerintah menerbitkan surat utang berdenominasi Euro (Euro Bond) pasa Juli 2017 dan meningkatnya penerbitan obligasi global korporasi untuk tujuan ekspansi usaha maupun refinancing utang.

Adapun investasi lainnya tercatat defisit 0,4 miliar, defisitnya menyusut US$ 6,7 miliar dibandingkan kuartal sebelumnya. “Menurunnya defisit investasi lainnya ini karena berkurangnya arus keluar di sisi aset seiring menurunnya penempatan simpanan sektor swasta domestik di luar negeri,” demikian tertulis.

Meski surplus Neraca Pembayaran pada kuartal III tercatat naik signifikan dibandingkan kuartal sebelumnya. Namun, jumlahnya masih lebih kecil jika dibandingkan dengan periode sama tahun lalu yang mencapai US$ 5,7 miliar.