Bank Dunia memangkas prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari semula 5,2% menjadi 5,1%. Penyebab utamanya, pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang di bawah 5%. Padahal, konsumsi rumah tangga merupakan penyokong utama pertumbuhan ekonomi.

Kepala Perwakilan Bank Dunia di Indonesia Rodrigo Chaves menduga kebijakan subsidi yang diterapkan pemerintah telah mengurangi potensi peningkatan daya beli masyarakat menengah atas. Belakangan, pemerintah mencabut subsidi listrik untuk masyarakat mampu yang berlangganan listrik 900 Volt Ampere (VA).

"Reformasi subsidi yang sedang berlangsung kemudian menyiratkan adanya kenaikan inflasi, sehingga mengurangi potensi peningkatan daya beli masyarakat menengah dan atas," kata dia saat acara Indonesia Economic Quarterly di Soehana Hall Energy Building, Jakarta, Selasa (3/10).

Sepanjang semester I 2017, konsumsi rumah tangga tercatat hanya tumbuh 4,9%. Kondisi ini menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi hanya mampu mencapai 5,01% pada semester I, masih di bawah target pemerintah yang sebesar 5,2% tahun ini. (Baca juga: Chatib Basri Prediksi Ekonomi 2017 Sulit Capai Target)

Meski begitu, menurut Rodrigo, berbagai kondisi di dalam negeri saat ini semestinya masih bisa mendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Kondisi yang dimaksud yakni penambahan empat juta pekerjaan, kenaikan pendapatan, kepercayaan konsumen yang tinggi, menurunnya inflasi harga pangan, dan nilai tukar rupiah yang stabil.

Di sisi lain, ia menilai, kebijakan fiskal dan moneter yang lebih hati-hati juga bisa mendorong perekonomian. Sebelumnya, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati defisit anggaran 2017 sebesar 2,9%, lebih tinggi dari ketetapan semula 2,4%. "Kenaikan ini karena ada peningkatan pengeluaran, termasuk subsidi karena adanya penundaan penghapusan subsidi listrik," kata dia.

Tahun depan, Rodrigo memprediksi, ekonomi domestik bisa tumbuh lebih tinggi yaitu sebesar 5,3%. Penyebabnya, perekonomian global yang mendukung dan kondisi domestik yang lebih kuat. Dengan catatan, pemerintah melanjutkan reformasi di bidang ekonomi. (Baca juga: Bank Pembangunan Asia Sebut Prospek Ekonomi Indonesia Menguat)

Penyokong lainnya, konsumsi yang menguat seiring dengan kenaikan upah riil dan peningkatan lapangan kerja di tahun depan. Di sisi lain, investasi swasta diprediksi akan membaik seiring dengan kebijakan Bank Indonesia yang berkali-kali memangkas bunga acuan BI 7 Days Repo Rate hingga berada di level 4,25%.

"Pelonggaran moneter itu akan menurunkan biaya pinjaman, perbaikan iklim bisnis, dan peningkatan investasi publik di bidang infrastruktur. Dengan begitu, investasi swasta semestinya meningkat," tutur dia. (Baca juga: Sepakati Batas Bunga Deposito, Bank BUMN Tak Takut Dana Nasabah Kabur)