Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mengingatkan jajaran di bawahnya untuk menyedehanakan aturan utamanya terkait penganggaran. Dia menganggap selama ini regulasi yang ada sudah cukup ruwet dan menyulitkan. Namun, tetap saja masih dapat diakali oleh sejumlah oknum.
Jokowi juga meminta penganggaran ke depannya berorientasi pada hasil program dan bukan prosedurnya sendiri. Aturan ruwet dan orientasi ini yang disebutnya membuat adanya inefisiensi pada anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
(Baca: Tak Bisa Lagi Cabut Perda, Jokowi Tetap Dorong Deregulasi)
"Buat apa pagar tinggi kalau yang lompat masih banyak," kata Jokowi dalam Pembukaan Rapat Kerja Nasional Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2017 di Istana Negara, Jakarta, Kamis (14/9). Presiden menyampaikan hal ini kepada para pimpinan lembaga negara, menteri, gubernur, bupati, dan walikota yang hadir dalam pembukaan Rakernas tersebut.
Banyaknya aturan yang tak perlu ini berdampak pada laporan yang kompleks dan rumit. Salah satu hal yang kembali disorot Jokowi adalah proses Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) yang banyak dan bertele-tele. Hal ini membuat banyak Aparatur Sipil Negara hanya sibuk mengurusi hal yang sifatnya administratif ini.
Berdasarkan pengalamannya selama ini, Jokowi menemukan banyak unit di pemerintahan yang lebih banyak mengurus SPJ ketimbang memantau pekerjaan yang lebih substantif. Beberapa yang kerap terdampak adalah penyuluh pertanian, Kepala Sekolah, hingga Kepala Dinas.
"Untuk apa laporan sampai 44, anak laporannya bisa 108 atau 112," katanya. (Baca: Pemerintah Pangkas Jumlah LPJ Kementerian Jadi Cuma Dua Laporan)
Presiden juga telah beberapa kali menyampaikan untuk menyederhanakan laporan. Arahan ini telah direspons oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 173 Tahun 2016. Revisi Permenkeu 168/2016 ini mengatur mekanisme anggaran Kementerian dan Lembaga (K/L).
Dirinya mengakui dengan aturan-aturan tersebut Laporan Keuangan K/L serta institusi lainnya kerap diganjar opini Wajar Tanpa Pengecualian oleh Badan PEmeriksa Keuangan. Tapi tujuan akhirnya adalah hasil dari program yang telah dianggarkan Pemerintah itu sendiri.
"Laporan dua saja, yang penting akuntabel, mudah dicek dan dikontrol," ujar mantan Walikota Solo tersebut. (Baca juga: Menkeu Kritik Kementerian Sering Amburadul Rencanakan Anggaran)