Kaya Emas dan Ada Freeport, Masyarakat di Papua Paling Tak Bahagia

ANTARA FOTO/Indrayadi TH
Aktivitas belajar mengajar di SD Inpres Yowong, Distrik Arso Barat, Kabupaten Keerom, Papua, Selasa (2/5).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
15/8/2017, 17.45 WIB

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data indeks kebahagiaan penduduk Indonesia pada 2017. Berdasarkan sebaran wilayah, penduduk provinsi Papua memiliki indeks kebahagiaan paling rendah yakni 67,52 pada skala 0-100.

Survei indeks kebahagiaan menggunakan tiga dimensi yakni indeks kepuasan hidup, perasaan dan makna hidup. Rendahnya indeks kebahagiaan penduduk Papua disumbang indeks kepuasan hidup dari faktor personal yakni pendidikan, pendapatan dan kondisi tempat tinggal.

"Kami bisa dipahami di sana paling rendah per subdimensinya adalah personal. Kembali ini berkaitan dengan pendidikan, pendapatan, dengan kondisi rumah, dan sebagainya. Ini yang terjadi dengan masyarakat di Papua," kata Kepala BPS Suhariyanto di Jakarta (15/7).

(Baca: BPS: Indeks Kebahagiaan Indonesia Naik, Orang Lajang Paling Bahagia)

Berdasarkan survei, dimensi makna hidup penduduk Papua memiliki indeks paling tinggi yakni 69,98 dibanding dimesi lainnya, Sementara dimensi kepuasan hidup memiliki indeks 68,42, dan dimensi perasaan 63,82.

Pada survei 2014 lalu, indeks kebahagiaan provinsi Papua pun berada di posisi buncit sebesar 60,97. 

Indeks kebahagiaan merupakan rata-rata dari angka indeks yang dimiliki oleh penduduk. Semakin tinggi nilai indeks menunjukkan tingkat kehidupan yang semakin bahagia, demikian pula sebaliknya, semakin rendah nilai indeks maka penduduk semakin tidak bahagia.  Tiga provinsi dengan indeks kebahagiaan paling tinggi yakni Maluku Utara 75,68, Maluku 73,77, dan Sulawesi Utara 73,69, 

Papua selama ini terkenal sebagai pulau yang kaya dengan sumber daya alam (SDA). PT Freeport melakukan eksplorasi dan menambang tembaga, emas, dan perak di daerah dataran tinggi di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua. Tambang Grasberg yang dikelola Freeport disebut memiliki cadangan emas paling banyak di dunia. 

Berdasarkan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2015, provinsi Papua memiliki PDRB Rp 48,3 juta lebih tinggi di atas rata-rata nasional yang sebesar Rp 48 juta.

(Baca: Impor Barang Modal Naik 63%, Juli Defisit Dagang Pertama Sejak 2015)

PDRB per kapita menggambarkan ukuran ekonomi suatu daerah dalam menghasilkan nilai tambah atas seluruh kegiatan ekonomi. 

PDRB yang besar menandakan bahwa nilai tambah atas kegiatan semua barang dan jasa yang diproduksi sangat besar. Ukuran ini juga menjadi potret dalam menghitung pendapatan daerah, merefleksikan kegiatan industri, dan aktivitas lain yang menjadi urat nadi perekonomian.