Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan penyederhanaan alias redenominasi rupiah harus didukung oleh perekonomian yang kuat dan stabil dalam jangka panjang. Sebab, redenominasi membutuhkan masa transisi yang cukup lama.
Redenominasi merupakan penyederhanaan mata uang dengan memangkas sejumlah angka nol, tanpa mengubah nilainya. Belakangan, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowadojo kembali mencuatkan rencana tersebut lantaran menilai tahun ini sebagai waktu terbaik untuk memulai redenominasi. BI bahkan diketahui telah beberapa kali menggelar diskusi dengan anggota DPR.
"Kalau policy (kebijakan) kami tetap konsisten, kondisi ekonominya tetap terjaga, pasti akan bisa menuju ke hal yang positif," kata Sri Mulyani usai Rapat Kerja dengan Badan Anggaran DPR di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (18/7). (Baca juga: BI Ajak DPR 'Pemanasan' Bahas Redenominasi Mata Uang)
Saat ini, menurut Sri Mulyani, ekonomi dalam kondisi yang positif. Hal itu terbukti dari peringkat layak investasi yang diperoleh Indonesia dari tiga lembaga pemeringkat internasional yaitu Fitch Ratings, Moody's Investor Service, dan Standard and Poor's (S&P). Namun, untuk memastikan perekonomian tetap kuat maka pemerintah dan BI harus menjaga konsistensi kebijakan.
Di sisi lain, Agus pernah mengungkapkan, dirinya menilai tahun ini sebagai waktu terbaik memulai redenominasi lantaran perekonomian tengah dalam kondisi yang baik. Inflasi berada di level yang rendah dan pertumbuhan ekonomi membaik.
Sejauh ini, Direktur Jenderal (Dirjen) Perbendaharaan Kementerian Keuangan Marwanto Harjowiryono mengatakan pemerintah masih mengusahakan agar RUU Redenominasi masuk program legislasi nasional (Prolegnas) 2017 agar bisa dibahas di parlemen tahun ini.
"Redenominasi belum masuk prolegnas karena (terbatasnya) waktu pembahasan di DPR. Semoga segera setelah ini masuk. Kalau ada UU (Prolegnas) yang selesai (dibahas) bisa masuk lagi," ucapnya. (Baca juga: DPR Kritik Langkah BI Gulirkan Rencana Redenominasi Mata Uang)