Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat, anggaran subsidi energi sebesar Rp 102,4 triliun tahun ini, atau meningkat 32 persen dari ketetapan awal sebesar Rp 77,3 triliun. Lonjakan terjadi seiring dengan naiknya harga minyak dan molornya rencana distribusi tertutup elpiji 3 kilogram.

Banggar menyepakati asumsi harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2017 sebesar US$ 48 per barel atau naik dari asumsi dalam APBN 2017 yaitu US$ 45 per barel. Sebelumnya, pemerintah mengajukan perubahan asumsi menjadi US$ 50 per barel dan anggaran subsidi sebesar Rp 103,1 triliun.

"Dari US$ 50 per barel menjadi US$ 48 per barel itu konservatif," kata Wakil Ketua Banggar Said Abdullah saat rapat kerja dengan pemerintah di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (11/7). Angka tersebut juga dinilai sebagai jalan tengah lantaran Komisi Energi DPR sempat menyepakati asumsi harga minyak US$ 46 per barel.

Sejalan dengan perubahan itu, Banggar menyetujui anggaran subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan elpiji 3 kilogram (kg) naik dari Rp 32,33 triliun menjadi Rp 50,19 triliun. Sementara itu, subsidi listrik naik dari Rp 44,98 triliun menjadi Rp 51,85 triliun. Dengan demikian total subsidi energi menjadi Rp 102,4 triliun.

Meski akhirnya menyetujui kenaikan anggaran subsidi, Said sempat mengkritik hal tersebut. Menurut dia, kenaikan anggaran subsidi energi tidak sejalan dengan tujuan awal yakni belanja yang lebih produktif. (Baca juga: Subsidi Membengkak, Langkah Mundur Reformasi Energi Jokowi)

Ia pun sempat mempertanyakan hasil dari strategi subsidi berupa distribusi tertutup elpiji 3 kilogram yang diusulkan pemerintah di awal pembahasan APBN 2017. Langkah tersebut seharusnya bisa banyak menekan anggaran subsidi energi. “Tahun depan, harus dipastikan lagi strategi distribusi tertutup itu berjalan. Supaya nanti kalau (subsidinya) dipangkas (di 2018) tidak menimbulkan kekhawatiran di masyarakat," tutur dia. 

Pendapat senada sempat disampaikan Ketua Banggar Aziz Syamsudin. Namun, ia juga mengakui adanya faktor eksternal yaitu perubahan harga minyak dunia yang turut menyebabkan pembengkakan subsidi energi. 

KeteranganAPBN-P 20162017Outlook Kesepakatan Banggar
APBNRAPBN-P
Asumsi dan Parameter
ICP (US$/Barel)4045504848
Nilai Tukar (Rp/US$)13.50013.30013.40013.40013.400
Volume BBM (ribu/KL)a. Minyak tanahb. Minyak solar16.18868815.50016.61061016.00016.61061016.00016.11061015.50016.11061015.500
Volume LPG 3 kg (Juta kg)6.2507.0966.1996.5006.199
(Miliar Rupiah)     
1. Subsisi BBM tertentua. Minyak tanahb. Minyak solar13.908,42.304,611.603,810.118,72.118,78.00010.389,52.369,58.00010.012,32.262,37.75010.012,32.262,37.750
2. Subsidi LPG 3 kg25.197,520.00036.822,438.080,836.318,5
PPN atas JBT minyak tanah dan elpiji 3 kg2.750,22.211,93.919,24.034,33.858,1
Sub total43.686,932,330,651.111,152.127,350.188.8
3. Subsidi Listrik38.387,444.983,751.997,951.854,751.854,7
Total82.074,377.314,3103.109103.982102.043,5

Sumber: Materi Paparan Pemerintah dan Banggar (Diolah)

Kepala Badan Kebijakam Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan, kenaikan anggaran subsidi memang terjadi lantaran tidak berjalannya distribusi tertutup elpiji 3 kg dan batalnya kenaikan harga elpiji 3 kg sebesar Rp 1.000 per kg. (Baca juga: Defisit Anggaran Hampir 3%, Pemerintah Tambah Surat Utang)

Selain itu, pembengkakan juga akibat kenaikan harga minyak dan pelemahan nilai tukar rupiah. Kondisi tersebut menyebabkan impor minyak jadi lebih mahal. Adapun rata-rata nilai tukar rupiah tahun lalu Rp 13.307 per dolar Amerika Serikat (AS), sementara tahun ini diproyeksi menjadi Rp 13.400 per dolar AS. 

Dirjen Minyak dan Gas (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I Gusti Nyoman Wiratmaja Puja merinci, subsidi elpiji naik Rp 1.500 per kilogram dibanding 2016 lalu. "(Sekarang) rata-rata subsidi per kilogram Rp 5.500, kalau di APBN 2017 dihitungnya Rp 4.957 per kilogram. Jadi ada perbedaan (subsidi per kilogram) 2016 dibanding 2017 sebesar Rp 1.500 per kilogram, lebih mahal subsidinya," kata dia.

Di sisi lain, untuk subsidi listrik, Suahasil menjelaskan bahwa kenaikan disebabkan karena batalnya penghapusan subsidi untuk pelanggan 450 Volt Ampere (VA). Kebijakan tersebut semula diproyeksi bisa menghemat Rp 4 triliun. Kemudian ada tambahan subsidi sebesar Rp 1,7 triliun untuk 2,4 juta pelanggan 900 VA yang berhak menerima subsidi. Selain itu, subsidi listrik juga membengkak lantaran kenaikan harga minyak. 

Meski meningkat, anggaran subsidi sebetulnya sudah banyak menurun mulai 2015 atau sejak pemerintahan Joko Widodo. Sebelumnya, pada 2012, anggaran subsidi energi sebesar Rp 306,5 triliun. Kemudian terus meningkat di dua tahun berikutnya, masing-masing senilai Rp 310 triliun dan Rp 341,8 triliun.

Pada 2015, anggaran subsidi energi turun drastis menjadi Rp 119,1 triliun. Kemudian, menurun lagi menjadi Rp 106,8 triliun pada 2016. Tahun ini, pemerintah berniat menurunkan lagi menjadi Rp 77,6 triliun, namun hal itu nyatanya tak bisa terealisasi. Pemerintah mengusulkan kenaikan subsidi energi menjadi Rp 103,1 triliun yang kemudian disepakati Banggar sebesar Rp 102,4 triliun. 

 20122013201420152016APBN 2017RAPBNP 2017
Subsidi energi306,5 T310 T341,8 T119,1 T106,8 T77,3 T103,1 T
BBM & elpiji211,9 T210 T240 T60,8 T43,7 T32,3 T51,1 T
Listrik94,6 T100 T101,8 T58,3 T63,1 T45 T52 T