Bank Dunia meramalkan, lembaga pemeringkat internasional Standard and Poor's Financial Services LLC (S&P) belum akan menaikkan peringkat utang Indonesia pada Mei mendatang. S&P diproyeksi masih mempertahankan peringkat utang Indonesia satu level di bawah layak investasi (investment grade).
Ekonom Senior Bank Dunia untuk Indonesia Hans Anand Beck mengatakan belum ada indikasi positif dari S&P untuk memperbaiki peringkat utang Indonesia. Sayangnya, Hans tak merinci mengenai risiko-risiko yang kemungkinan membuat S&P masih berat untuk memberikan peringkat layak investasi kepada Indonesia.
Meski demikian, dia menilai, Indonesia masih menjadi tujuan menarik untuk berinvestasi khususnya di portofolio. Hal tersebut tercermin dari besarnya minat investor terhadap surat utang negara (SUN) yang diterbitkan pemerintah. (Baca juga: Darmin: S&P Terlambat 6 Tahun Naikkan Peringkat Indonesia)
"Indonesia masih menjadi tujuan investasi yang menarik, khususnya portfolio. Maka dari itu aliran masuk modal asing (capital inflow) masih deras," kata Hans dalam acara paparan laporan proyeksi ekonomi Asia Timur dan Pasifik di kantornya, Jakarta, Kamis (13/4).
Menurut Hans, derasnya aliran masuk modal asing tersebut disokong oleh kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang masih positif. Kondisi tersebut tercermin dari inflasi, defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD), dan defisit anggaran yang dalam tren penurunan. Tahun lalu, inflasi tercatat cukup rendah di level 3,02 persen, defisit transaksi berjalan terkendali di level 1,8 persen, demikian juga dengan defisit anggaran yang masih dalam batas aman 2,46 persen.
Hans pun meyakini tidak akan ada dampak signifikan jika S&P belum memperbaiki peringkat utang Indonesia. "Kami lihat seharusnya tidak ada dampak ke pasar keuangan secara umum," tutur Hans.
Sebelumnya, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara juga mengatakan, kondisi perekonomian Indonesia sudah sangat positif. Risiko investasi yang tercermin dari tingkat Credit default swap (CDS) juga sudah menunjukkan kondisi yang baik.
Menurut dia, sejumlah investor besar juga sudah mengirimkan analisnya ke Indonesia untuk mempelajari prospek investasi dan hasilnya positif. Tak ayal, lelang Surat Berharga Negara (SBN) selalu kelebihan permintaan (oversubscribe). Harga SUN pun terpantau naik dan imbal hasilnya (yield) turun. (Baca juga: S&P Tak Naikkan Rating Indonesia, Rupiah Tembus 13.700 per Dolar)
Atas dasar itu, Mirza pun berpendapat sudah selayaknya S&P menaikkan peringkat utang Indonesia. Namun, bila S&P memutuskan lain, tidak ada masalah. Toh, persepsi investor terhadap perekonomian Indonesia sudah positif. "Ya enggak apa-apa (kalau tidak naik)," kata Mirza.
Ekonom Asian Development Bank (ADB) Priasto Aji juga berpendapat senada. Menurut dia, perekonomian Indonesia sudah menunjukkan perbaikan dibandingkan tahun lalu. Ia juga menilai, tidak masalah bila S&P tidak menaikkan peringkat utang Indonesia. Sebab, dua lembaga pemeringkat dunia lainnya yaitu Moody's Investors Service dan Fitch Ratings sudah memberikan peringkat layak investasi.
"Efeknya akan minim (ke Indonesia) karena dua lainnya sudah investment grade kan. Kami lihat Indonesia juga cukup kuat dari sisi fundamental, tapi kalau kita mendapat upgrade (kenaikan), positif sekali kami pikir," ujar Priasto.
Peringkat layak investasi menjadi penting sebab menunjukkan risiko gagal bayar (default) utang pemerintah atau perusahaan relatif rendah. Dengan adanya peringkat itu, investor makin percaya menempatkan dananya dalam instrumen keuangan dan investasi berjangka panjang.