Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui tidak mudah mengerek rasio pajak yang saat ini di kisaran 10 persenan. Sebab, penerimaan pajak harus bertambah cukup besar agar bisa mengejar peningkatan rasio sebanyak satu sampai dua persen saja. Maka itu, ia pun memprediksi rasio pajak baru berada di kisaran 11-12 persen tahun depan.

Sri Mulyani mengatakan, target tersebut diharapkan tercapai melalui kerja tim reformasi perpajakan. Untuk tahun ini, rasio pajak ditarget sebesar 10,9 persen, naik dari 10,3 persen tahun lalu. (Baca juga: Sri Mulyani Tak Ingin Pengejaran Pajak Meneror Dunia Usaha)

"Untuk bisa meningkatkan rasio pajak, perlu memperbaiki kemampuan memprediksi penerimaan pajak per sektor. Mengoreksi kinerja Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, makanya saya luncurkan tim reformasi perpajakan," ujar dia saat Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat (Rakorbangpus) di Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN), Jakarta, Selasa (11/4).

Tim tersebut diisi berbagai kalangan, dari mulai internal Kementerian Keuangan, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pelaku usaha, pengamat atau ahli, hingga lembaga internasional seperti Bank Dunia (World Bank) dan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF).

Tim ini bakal bertugas selama empat tahun mulai 2017 sampai 2020. Setiap kuartal, tim bakal menetapkan prioritas yang akan dicapai yang salah satu tujuan utamanya meningkatkan rasio pajak dari 11 persen menjadi 15 persen. (Baca juga: Sektor Properti Lesu, Pemerintah Tunda Pajak Tanah Nganggur)

Sri Mulyani memaparkan, tim bakal mengkaji kembali pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan merancang insentif fiskal lainnya. Kemudian, menurunkan batas bawah pengusaha kena pajak (PKP) dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Selain itu, mengupayakan perluasan objek barang kena cukai, dan menyesuaikan tarif cukai rokok, serta simplikasi lapisan tarifnya.

Tim juga harus mempercepat revisi Undang-Undang (UU) terkait pajak, seperti Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pajak Penghasilan (PPh), PPN, dan bea materai. Selain itu, tim juga bakal berupaya mempercepat reformasi administrasi perpajakan melalui investasi di bidang teknologi, menguatkan basis data, memfasilitasi akses data perbankan secara reguler ke Ditjen Pajak, serta melanjutkan layanan e-filling, e-invoice, dan e-return.

Sri Mulyani pun yakin upaya yang dilakukan tim bakal mampu membuat penerimaan pajak rutin meningkat. "Amnesti  pajak sumbang Rp 109,5 triliun (ke penerimaan 2016). Orang katakan, kalau tanpa amnesti pajak apakah penerimaan lebih tinggi atau rendah? Ini bisa kami buktikan sekarang," ujarnya.

Rasio pajak terus menurun sejak 2011 seiring dengan terpukulkan kegiatan usaha akibat penurunan harga komoditas. Selama lima tahun, rasio pajak berturut-turut sebesar 11,9 persen (2012 dan 2013), lalu menjadi 11,4 persen (2014), lalu turun lagi menjadi 10,7 persen (2015), dan terakhir 10,3 persen (2016). Tahun ini, pemerintah memperkirakan rasio pajak naik menjadi 10,9 persen.

Sebelumnya, tim reformasi perpajakan sempat menargetkan rasio pajak mencapai 13 persen tahun ini. Optimisme tersebut lantaran meyakini program amnesti pajak bisa memperluas basis pajak. Namun, Sri Mulyani tampaknya ragu target tersebut bisa tercapai, maka ia pun hanya memproyeksikan rasio pajak sebesar 10,9 persen di 2017 dan 11-12 persen pada 2018.