Masih Fokus Tax Amnesty, Wajib Lapor Data Kartu Kredit Ditunda Lagi

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Penulis: Desy Setyowati
31/3/2017, 17.57 WIB

Penerapan aturan yang mewajibkan perbankan melaporkan data transaksi kartu kredit kembali ditunda. Rencananya aturan ini akan diterapkan setelah program pengampunan pajak (tax amnesty) selesai bulan ini. Namun, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mengaku belum bisa merealisasikan rencana tersebut.

“Ditjen Pajak belum akan meminta data transkasi kartu kredit, kami akan fokus pada pengumpulan data harta dalam rangka implementasi Pasal 18 UU Amnesti Pajak,” ujar Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi di kantornya, Jakarta, Jumat (31/3).

Dia mengatakan saat ini pihaknya masih fokus menggali data peserta amnesti pajak. Ditjen Pajak ingin memastikan seluruh peserta tax amnesty telah mengungkapkan semua hartanya dalam surat pernyataan harta (SPH). (Baca: Tax Amnesty Habis, Bank Wajib Setor Data Kartu Kredit ke Pajak)

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 mewajibkan peserta tax amnesty dan wajib pajak melaporkan semua hartanya. Dalam pasal 18 disebutkan, jika masih ada harta yang belum dilaporkan, maka harta ini akan dianggap sebagai penghasilan.

Harta yang dianggap penghasilan tambahan ini akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu juga dikenakan sanksi administrasi perpajakan, berupa kenaikan sebesar 200 persen dari PPh yang tidak atau kurang dibayar.

Berdasarkan kajian akhir tahun lalu, tercatat ada 204.125 wajib pajak yang belum ikut tax amnesty dan hanya melaporkan 212.270 data harta di SPT Tahunan pajak penghasilan (PPh). Padahal data Ditjen Pajak, ada 2 juta item harta yang semestinya dilaporkan oleh wajib pajak tersebut.

Menurut Ken, Ditjen Pajak tengah berupaya meningkatkan penerimaan pajak dengan melalui intensifikasi. Makanya institusi ini, lebih memilih fokus pada program paja. Sementara data transaksi kartu kredit hanya akan menjadi perbandingan.

“Orang yang belanja menggunakan kartu kredit itu utang, bukan penghasilan, jadi nggak bisa dipakai untuk intensifikasi. Belanja Rp 1 juta kan belum tentu penghasilannya segitu juga. Bisa saja pendapatan Rp 500 ribu, utangnya Rp 1 juta,” kata Ken. (Baca: OJK Ramal Penjualan Ritel Turun Akibat Wajib Lapor Data Kartu Kredit)

Terkait kewajiban laporan transaksi kartu kredit ini, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon mengatakan saat ini kita sudah memasuki tren keterbukaan informasi. Mengingat pada 2018, Indonesia sudah akan melangsungkan pertukaran data secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI). Data nasabah perbankan dalam bentuk apapun akan semakin mudah diakses.

Apalagi pemerintah juga tengah mengkaji Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk memanyungi kebijakan membuka data nasabah perbankan atau industri keuangan lainnya. “Begitu ada Perppu, mana ada perbankan yang tidak mengikuti. Perppu itu kan setara dengan UU. Perbankan pasti 'manut' dengan UU,” tutur dia.

Sebelumnya, Ditjen Pajak juga pernah menunda pelaksanaan aturan wajib lapor transaksi kartu kredit pada paruh kedua tahun lalu. Alasannya, Ditjen Pajak sedang fokus menjalankan program tax amnesty yang berlangsung sejak Juli 2017 hingga Maret 2017.

Padahal saat itu sudah ada beberapa bank yang melaporkan transaksi kartu kredit kepada Ditjen Pajak selama dua bulan. Namun, Ditjen Pajak mengatakan baru bisa fokus menerapkan aturan ini setelah program tax amnesty berakhir.

Semestinya perbankan sudah bisa menyetor data transaksi kartu kredit secara rutin setiap bulan, mulai bulan depan. Namun, saat ini Ditjen Pajak kembali menunda jadwalnya.