Turunnya Harga Gabah Hambat Laju Inflasi Februari 2017

ANTARA FOTO/Aji Styawan
Petani memanen padi di persawahan yang terendam banjir di Sayung, Demak, Jawa Tengah, Kamis (16/2). Menurut data dari Kantor Kecamatan Sayung, sekitar 200 hektare areal persawahan terendam air dan terancam gagal panen akibat meluapnya Sungai Dombo yang ta
Penulis: Muhammad Firman
Editor: Pingit Aria
1/3/2017, 15.25 WIB

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat selama Februari 2017 harga gabah di tingkat petani sebesar Rp 4.639 per kilogram. Angka itu turun 2,41 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

Turunnya harga gabah membuat harga beras di pasaran ikut merosot. Hal inilah yang membuat inflasi Februari 2017 “hanya” 0,23 persen meski ada kenaikan tarif listrik. ”Kita tau bobot beras besar jadi penurunan ini jadi penghambat inflasi,” kata Kepala BPS Suhariyanto, saat konferensi pers, di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Rabu (1/3).

(Baca juga: Tersengat Tarif Listrik, Inflasi Februari 2017 Sebesar 0,23 Persen)

Suharyanto mengatakan pada Februari 2017 rata-rata harga beras kualitas premium di penggilingan sebesar Rp 9.408 per kilogram, atau turun sebesar 0,24 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

Sedangkan, rata-rata harga beras kualitas medium adalah Rp 9.048 per kilogram atau turun sebesar 0,57 persen. Sementara, rata-rata harga kualitas rendah di sebesar Rp 8.584 per kilogram atau turun 0,99 persen.

Selama Februari 2017, BPS mencatat 1.305 transaksi penjualan gabah di 26 provinsi di Indonesia. Secara year on year dibandingkan Februari 2016, rata-rata harga gabah di tingkat petani bulan lalu turun 10,98 persen.

Meski berdampak positif menekan inflasi, turunnya harga gabah di pihak lain juga merugikan petani. Data BPS menyebut, selama Februari 2017 Nilai Tukar Petani (NTP) sebesar 100,33 atau turun 0,58 persen dibanding Januari.

(Baca juga: Harga Jatuh, Bulog Diminta Serap Gabah Basah)

Nilai tukar petani adalah perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayarnya. Bila nilai yang dihasilkan di atas 100 berarti nilai barang yang dihasilkan petani melebihi nilai konsumsinya. Angka ini merupakan salah satu indikator untuk melihat daya beli petani di pedesaan. Maka, semakin tinggi nilai tukar petani, maka semakin kuat pula daya belinya.

Berdasarkan Subsektor, nilai tukar petani tanaman pangan turun 1,59 persen, holtikultura turun 0,03 persen, perkebunan rakyat turun 0,25 persen, dan peternakan turun  0,06 persen.

“Nilai tukar petani berdasarkan pada seluruh subsektor, untuk tanaman pangan, holtikultura, perkebunan rakyat, dan peternakan mengalami penurunan. Sementara hanya sektor perikanan yang naik sebesar 0,30 persen,” kata Suhariyanto.

(Baca juga: Bulan Ini, Tarif Listrik Pelanggan 900 VA Naik Lagi 31 Persen)

Reporter: Muhammad Firman