Sri Mulyani: Ketimpangan Akibat Orang Kaya Mudah Sembunyikan Harta

ANTARA FOTO/Novrian Arbi
Menteri Keuangan Sri Mulyani melakukan mannequin challenge usai memberikan kuliah umum di Universitas Padjadjaran, Bandung, 29 November 2016.
23/2/2017, 15.17 WIB

Tingkat kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia masih relatif tinggi. Padahal, pemerintah sudah berusaha menekan angka kemiskinan dengan memacu perekonomian dalam dua dekade terakhir. Salah satu pangkal masalahnya, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, orang kaya selama ini mudah menyembunyikan hartanya.

Berdasarkan kajian Oxfam dan International NGO Forum on Indonesia Development (lNFID), pertumbuhan ekonomi yang stabil sepanjang 20 tahun mampu menurunkan tingkat kemiskinan dari 40 persen menjadi sebesar delapan persen pada tahun 2014.

Namun, kedua lembaga swadaya masyarakat (LSM) itu juga menyebut adanya kesenjangan ekonomi yang lebar antara segelintir orang terkaya dengan mayoritas penduduk Indonesia. Kekayaan empat orang terkaya setara dengan kekayaan 100 juta orang termiskin di Indonesia.

Menurut Sri Mulyani, pemerintah telah mengupayakan berbagai cara untuk menekan kemiskinan dan memperkecil ketimpangan. Salah satunya dengan menerapkan pajak progresif alias bertingkat atas pendapatan masyarakat. (Baca juga: Ketimpangan September 2016 Turun, BPS: Lebih Dinikmati Kelas Menengah)

Jadi, semakin tinggi pendapatan seseorang maka tarif pajak yang diterapkan pun semakin besar. Sebaliknya, masyarakat berpendapatan minim berpotensi tidak membayar pajak dengan adanya skema pendapatan tidak kena pajak (PTKP).

Dengan kebijakan ini, masyarakat berpenghasilan tinggi semestinya berkontribusi lebih kepada penerimaan negara yang akan dimanfaatkan pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan.

Meski begitu, Sri Mulyani memahami, kebijakan itu tak lantas menekan kemiskinan dan ketimpangan. Pangkal soalnya, orang dengan penghasilan tinggi mudah menghindari pajak dengan memindahkan hartanya ke negara suaka pajak (tax haven).

“10 tahun lalu saya jadi Menkeu, saya tahu ada banyak wajib pajak Indonesia lari dan sembunyikan (hartanya) di banyak negara. Waktu pertemuan, mereka senyum kepada saya tapi (dalam hati bilang)  ‘kasian deh kamu’,” kata Sri Mulyani dalam seminar bertajuk "Menuju Indonesia yang Lebih Setara" di Jakarta, Kamis (23/2).

Namun, ke depan, keadaan diyakini akan lebih baik. Sebab, berbagai negara telah sepakat melakukan pertukaran data keuangan secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI) untuk keperluan perpajakan. Adapun Indonesia akan secara resmi mengikuti program tersebut mulai 2018 mendatang.

(Baca juga: Pembayaran Pajak Rendah, OECD: Indonesia Peringkat 148)

Untuk menekan kemiskinan dan ketimpangan, Sri Mulyani menambahkan, pemerintah juga sudah memperbesar alokasi anggaran untuk pemerintah daerah (pemda). Anggaran untuk pemda dipatok setara dengan anggaran Kementrian dan Lembaga (K/L). Bahkan nilainya lebih tinggi Rp 1 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2017. Anggaran tersebut diharapkan bisa membantu daerah dalam mengentaskan kemiskinan.

Adapun untuk memastikan transfer daerah dan dana desa tepat sasaran, pemerintah fokus menyusun aturan untuk mengawasi hal tersebut. Sebab, pengawasan dan perbaikan sistem adalah kunci kesuksesan kebijakan pemerintah tersebut. (Baca juga: Berantas Ketimpangan Ekonomi, Jokowi Siapkan 10 Kebijakan)

Ia pun mencontohkan anggaran pendidikan dan kesehatan yang dipatok masing-masing 20 persen dan 5 persen dari APBN, namun belum menunjukkan dampak signifikan. “Keberpihakan seperti itu bukan soal uang, tapi soal sistem yang didesain dan pengawasannya. Bagaimana anggaran Rp 2.080 triliun itu benar-benar bermanfaat bagi Indonesia,” tutur Sri Mulyani.

Sementara itu, Direktur Advokasi dan Kampanye Oxfam lntemasional Steve Price Thomas menyebutkan ada empat persoalan yang menyebabkan lebarnya jurang ketimpangan di negara-negara Asia. Persoalan pertama terkait belum meratanya akses untuk mendapatkan modal dan layanan masyarakat. Kedua, akses sumber daya produktif yang tidak merata. Ketiga, gaji atau kompensasi yang rendah bagi tenaga kerja imigran. Terakhir, sistem perpajakan yang buruk.

Keempat persoalan tersebut harus diatasi agar bisa mengurangi ketimpangan. “Yang utama juga, pemberdayaan terutama perempuan dan masyarakat miskin agar bisa ikut berpartisipasi. Kami percaya ketidakberdayaan adalah dasar penyebab kemiskinan,” ujar Steve.