Pemerintah tengah menyusun strategi untuk meningkatkan peringkat kemudahan berusaha (ease of doing bussiness/EODB) pada tahun ini. Setidaknya, terdapat tiga langkah yang akan ditempuh pemerintah untuk mencapai hal tersebut.
Kepala Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengatakan Bank Dunia (World Bank) sebagai pihak yang merilis indeks EODB akan melakukan survei untuk menentukan peringkat Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah akan segera menjalankan tiga strategi untuk bisa meningkatkan peringkat kemudahan berusaha di Indonesia.
(Baca: Jokowi Belum Puas dengan Kenaikan Peringkat Kemudahan Usaha)
Langkah pertama adalah sosialisasi. Pemerintah akan gencar melakukan sosialisasi kepada pihak-pihak yang menjadi responden survei World Bank ini. Selama ini banyak dari pihak-pihak ini tidak mengetahui perbaikan-perbaikan kemudahan bisnis yang telah dibuat pemerintah untuk dunia usaha. Pemerintah merasa kurang mensosialisasikan perbaikan yang telah dilakukan tersebut.
"Saat mereka disurvei, berpikir (kemudahan berusaha) masih seperti dulu. Padahal banyak aspek seperti sambungan listrik dan kemudahan membuat perusahaan baru, mereka tidak tau. Jadi, jawabnya tidak akurat," ujar Lembong saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (16/2).
Kedua, perubahan yang bersifat incremental atau secara bertahap. Pemerintah akan melakukan perbaikan terhadap 10 indeks komponen penentu peringkat EODB. Adapun 10 komponen ini meliputi, kemudahan memulai usaha, memperoleh sambungan listrik, pembayaran pajak, dan pemenuhan kontrak. Kemudian penyelesaian kepailitan, pencatatan tanah dan bangunan, permasalahan izin pembangunan, akses kredit, perlindungan investor, dan perdagangan lintas negara.
(Baca: BKPM Klaim Kepercayaan Investor Asing Sedang Tinggi)
Ketiga, pemerintah akan melakukan perubahan yang bersifat fundamental. Lembong menjelaskan perubahan ini dengan merencanakan program multi tahunan yang menyangkut deregulasi aturan-aturan terkait dunia usaha. Dia mengaku untuk melakukan hal ini perlu dilakukan perubahan Undang-Undang (UU) terlebih dahulu.
Dalam perubahan secara fundamental ini, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil mengatakan pemerintah berencana untuk menerbitkan Omnibus Law, yakni penerbitan satu UU untuk memperbaiki beberapa UU yang berkaitan. Rencana ini masih dalam tahap kajian dan diharapkan dapat berjalan pada tahun 2018.
"Ini untuk EODB 2018, tahun ini sudah dikerjakan. Tapi upaya-upaya perbaikan lainnya harus dilakukan dari sekarang," ujarnya. (Baca: Pemerintah Revisi dan Cabut Aturan Penghambat Paket Ekonomi)
Menurut Sofyan di kementeriannya terdapat beberapa aturan yang masih mengganjal kemudahan berusaha di Indonesia. Dia menyebutkan perolehan izin mendirikan bangunan, tanda daftar perpisahaan, dan biaya notaris. Aturan terkait hal-hal ini yang akan diperbaiki, sehingga pengurusannya bisa lebih mudah dan waktu yang dibutuhkan bisa lebih singkat.
Selain itu, Kementerian ATR juga akan menggalakan penggunaan teknologi untuk mempermudah beberapa hal yang berkaitan dengan pertanahan. "Misal status tanah itu kan harus dicek di BPN, selama ini lihatnya manual atau tanya ke orang BPN, makanya perlu waktu lama. Tapi kalau perbaiki IT (teknologi informasi) tidak perlu lagi seperti itu. Kami akan investasi di IT," ujar Sofyan.