Dua Aplikasi Bantu Petugas Pajak Buka Data Bank Lebih Cepat

Arief Kamaludin|KATADATA
13/2/2017, 18.08 WIB

Direktorat Jenderal Pajak telah mengembangkan dua aplikasi untuk membantu mereka membuka data nasabah perbankan dengan lebih cepat. Jika sebelumnya akses ke rekening wajib pajak yang disidik perlu waktu hingga 239 hari, kini maksimal hanya 30 hari.

“Sekarang itu kami punya aplikasi yang langsung bisa ke Bu Menteri. Pembukaan rekening kalau dulu lama, bisa enam bulan sampai setahun, sekarang seminggu sudah bisa langsung jadi,” kata Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (13/2).

Ken menyebut, kedua aplikasi itu adalah Aplikasi Pembukaan Rahasia Bank Secara Elektronik (Akasia) serta Aplikasi Buka Rahasia Bank (Akrab). Akasia ini adalah aplikasi internal Kementerian Keuangan untuk mempercepat usulan buka rahasia nasabah bank kepada Menteri Keuangan. Sedangkan Akrab adalah aplikasi internal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk merespons permintaan Menkeu untuk membuka rahasia nasabah bank.

(Baca juga: Ditjen Pajak Siapkan Aplikasi untuk Buka Data Nasabah Bank)

Ken menjelaskan bahwa data nasabah merupakan kerahasiaan yang dijamin oleh Undang-undang Perbankan. Namun, instansinya dapat meminta akses pembukaan nasabah bank yang diperlukan.

Permintaan akses ini sebelumnya harus melalui proses panjang. Pertama, Direktorat Jenderal Pajak harus mengajukan surat permohonan ke Menteri Keuangan setiap kali ingin meminta data perbankan. Setelah surat permohonan ditandatangani Menteri Keuangan, baru kemudian Menkeu mengajukan surat tersebut kepada OJK. Sebelum ada aplikasi, seluruh proses surat-menyurat ini dilakukan secara manual.


Cadangan Tanah (Landbank) Beberapa Pengembang Properti

Menurut Ken, kedua aplikasi tersebut akan menjadi senjata bagi instansinya untuk menggenjot penerimaan negara setelah berakhirnya periode pengampunan pajak atau tax amnesty. Sebab, aplikasi ini akan berlaku bagi wajib pajak yang sedang diperiksa, disidik, ditagih, atau dicari bukti permulaannya.

Aplikasi ini sebenarnya sudah berjalan sejak 1 Februari lalu di 10 Kantor Wilayah (Kanwil) serta 16 Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Namun, secara resmi baru akan diluncurkan pada tanggal 1 Maret  mendatang.

Sementara, periode pengampunan pajak sendiri baru berakhir 1,5 bulan mendatang. "Walaupun kami masih imbau juga saat ini mereka (wajib pajak) ikut tax amnesty," katanya.

(Baca juga: Pasca Panama Papers, Bos Mossack Fonseca Terjerat Suap di Brasil)

Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Angin Prayitno Aji pun menyatakan, jajarannya terus mengingatkan kembali sanksi yang tertera dalam Pasal 18 Undang-undang Pengampunan Pajak. Dalam beleid itu terdapat sanksi denda hingga 200 persen apabila Ditjen Pajak menemukan data harta yang belum dilaporkan pada Surat Pernyataan Harta (SPH) wajib pajak.

"Jadi WP ada harta Rp 10 miliar belum lapor, maka pertama kena sanksi normal 30 persen lalu hasilnya dikali 200 persen, bisa Rp 9 miliar (denda)," katanya.

Sedangkan langkah terakhir adalah peningkatan layanan dengan fasilitas formulir elektronik. Direktur Transformasi Teknologi Informasi dan Komunikasi Ditjen Pajak Iwan Djuniardi mengatakan e-form ini memungkinkan WP untuk mengisi data perpajakannya secara offline.

(Baca juga:  Banjir Dana Asing ke Indonesia Rp 24,4 Triliun Sejak Awal Tahun)

Adapun untuk e-filing yang telah diluncurkan wajib terkoneksi ke laman Ditjen Pajak. "Kalau dulu diunggah (secara online) kapasitasnya berat, sekarang kita improvisasi," kata Iwan.

Reporter: Ameidyo Daud Nasution