Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun lalu mencapai 5,02 persen. Pencapaian ini dianggap lebih baik dibandingkan negara tetangga dan negara-negara yang pasarnya tengah berkembang (emerging market). Padahal, dunia tengah dilanda kelesuan dan perlambatan ekonomi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, mayoritas ekspor negara-negara di dunia menurun akibat rendahnya ketidakpastian global. Namun, ekspor Indonesia masih mampu mencatatkan pertumbuhan positif pada kuartal IV tahun lalu sebesar 4,24 persen.
Meskipun pertumbukan ekspor sepanjang tahun lalu masih mencatatkan negatif 1,74 persen. Adapun, tahun ini, Sri Mulyani optimistis ekposr bisa tumbuh positif 0,2 persen. (Baca: Sri Mulyani Dorong Pengusaha Bayar Pajak buat Atasi Ketimpangan)
Ia mengklaim, pencapaian tersebut cukup baik di tengah tekanan perekonomian global. Artinya, ekonomi Indonesia lebih kebal dibandingkan negara tetangga maupun negara-negara berkembang.
"Cukup mengesankan kalau dilihat bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa bertahan meskipun pertumbuhan ekspornya masih berada di zona negatif. Walaupun perekonomian global masih di zona negatif, ini mencerminkan daya tahan Indonesia," kata dia saat acara Mandiri Investment Forum di Jakarta, Rabu (8/2).
Menurut dia, ekonomi Indonesia leboh kebal terhadap perlambatan ekonomi global karena masih ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Apalagi, Indonesia merupakan negara yang termasuk penduduk berpenghasilan menengah dan jumlah usia produktifnya besar. Jadi, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan meningkat di masa depan.
(Baca: Berkat Reformasi, ADB Ramal Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,1 Persen)
Sri Mulyani juga menegaskan, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia selama satu dekade sebesar 5,6 persen. Realisasi ini lebih baik dibanding negara-negara emerging market lainnya. Pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya lebih rendah dibanding Cina dan India.
Berdasarkan kondisi tersebut, pemerintah perlu menjaga daya beli masyarakat agar tidak turun. Alasannya, kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap pertumbuhan ekonomi nasional masih dominan yaitu mencapai lebih dari separuhnya.
Menurut Sri Mulyani, salah satu upaya menjaga daya beli masyarakat adalah melalui pemerataan pendapatan. Sebab, selama masih ada ketimpangan antara masyarakat berpenghasilan tinggi dan rendah, maka pertumbuhan ekonomi bersifat eksklusif atau tidak bisa dinikmati oleh penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.
Cara menurunkan ketimpangan tersebut adalah mendorong investasi di Sumber Daya Manusia (SDM). Pemerintah menganggarkan 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pendidikan dan 5 persen untuk kesehatan. "Aset perekonomian real Indonesia ada di SDM, maka investasi di kesehatan dan pendidikan agar lebih kompetitif dan produktif," katanya.
(Baca: Ketimpangan September 2016 Turun, BPS: Lebih Dinikmati Kelas Menengah)
Senada dengan Sri Mulyani, Ekonom Muhammad Chatib Basri juga menyatakan, cara mendorong ekonomi adalah memastikan pendapatan masyarakat tetap baik. Karena itu, dia mengusulkan agar pemerintah fokus memberikan subsidi langsung kepada masyarakat miskin sehingga bisa dimanfaatkan untuk berbelanja.
Hal ini tentu akan mendorong daya beli masyarakat. "Masyarakat miskin kalau dikasih uang akan dibelanjakan, karena mereka butuh makan. Kalau yg dikasih orang kaya, akan ditabung. Jadi saya sepakat kalau ada cash forward," katanya.