Pemerintahan Presiden Joko Widodo sedang getol merumuskan kebijakan reforma agraria. Salah satu penyebabnya adalah kekhawatiran akan nasib generasi millenial yang semakin sulit membeli rumah.
Hal itu dinyatakan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution. “Dalam waktu beberapa tahun generasi millenial itu tidak ada yang bisa cicil rumah di dalam kota kalau (pemerintah) tidak lakukan sesuatu," ujarnya di Gedung Pakarti Center, Jakarta, Rabu (8/2).
Darmin menyebut, dalam beberapa tahun terakhir, kenaikan gaji pegawai paling tinggi sebesar 10 persen per tahun. Sementara, di kota-kota besar kenaikan harga tanah antara 20-50 persen. Bahkan, menurut survei rumah123.com, di era booming properti pada 2012 lalu, lonjakan harga tanah bisa mencapai 200 persen per tahun.
(Baca juga: Jokowi: Konsentrasi Lahan oleh Sekelompok Orang atau Korporasi)
Tak terkontrolnya harga tersebut, di antaranya disebabkan oleh konsentrasi penguasaan lahan secara besar-besaran oleh sekelompok orang maupun perusahaan besar. Karena itulah pemerintah menjadikan masalah lahan sebagai fokus dalam program pemerataan.
Salah satu wujud program itu adalah penggunaan tanah Negara yang belum terkelola dengan baik untuk membangun perumahan untuk masyarakat miskin.
Selain itu, pemerintah juga mewacanakan pengenaan pajak progresif pada tanah 'nganggur'. Namun, menurut Darmin, pemerintah masih mengkaji beberapa hal, seperti batas waktu sampah tanah dapat dinyatakan idle atau terlantar. Begitu juga besaran tarif pajaknya hingga kini belum ditentukan.
Lebih jauh, pemerintah juga akan menegaskan peraturan yang menyebut bahwa tanah-tanah yang tak jelas pengelolaannya hingga jangka waktu tertentu dapat diambil alih oleh Negara. "Aturan yang ada selama ini kan begitu, walaupun, tidak dilaksanakan. Kalau idle itu diambil oleh negara," ujar Darmin.
(Baca juga: Masalah Lahan jadi Fokus Program Pemerataan Pemerintah)
Tak hanya di perkotaan, masalah tanah juga banyak terjajdi di daerah. Darmin menyatakan bahwa dari 11 juta hektare kebuh sawit di Indonesia. Sekitar 2,7 juta di antaranya belum bersertifikat. Di antara kebun itu, 600 ribu hektare milik rakyat, sementara 2,1 juta hektare miik perusahaan.
“Mungkin dia punya izin, tapi tidak punya sertifikat,” kata Darmin. Maka, pemerintah akan menggelar program sertifikasi tanah untuk masyarakat agar status mereka lebih kuat di mata hukum.