Jaga Inflasi, Pemerintah Cari Waktu Naikkan Harga BBM

Arief Kamaludin|KATADATA
26/1/2017, 15.34 WIB

Pemerintah mewaspadai tren kenaikan harga minyak dunia pada tahun ini karena mengancam peningkatan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di dalam negeri. Kenaikan harga BBM tersebut berpotensi mendorong laju inflasi. Karena itu, Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) mengkaji waktu yang tepat untuk menaikkan harga BBM.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus D. W. Martowardojo, yang juga anggota tim pengendali inflasi mengatakan, semula dirinya memperkirakan rata-rata harga minyak hanya US$ 45 per barel, tahun ini. Namun, dengan melihat perkembangan di dunia, perkiraannya berubah menjadi US$ 47 per barel.

“Kami antisipasi penyesuaian harga BBM terkait harga keekonomian dan terkait satu harga. Itu area yang kami ikuti,” ujar Agus usai rapat koordinasi TPI di Gedung BI, Jakarta, Rabu (25/1) kemarin.

Agus mengungkapkan, kenaikan harga BBM bakal berimbas pada kenaikan harga lainnya, di antaranya tarif angkutan umum. Maka itu, tim harus betul-betul mengkaji waktu terbaik untuk kebijakan tersebut supaya inflasi tetap terjaga di kisaran target 3-5 persen. “Yang akan dijaga adalah di bagian timing-nya kapan?” ujar Agus.

Menurut dia, waktu kenaikan harga BBM juga harus disesuaikan dengan produksi pangan. Tujuannya agar harga pangan tidak ikutan meroket. (Baca juga: Pekan Ketiga Januari, BI Pantau Tekanan Inflasi Mereda)

Sepanjang tahun ini, risiko inflasi mayoritas datang dari kenaikan harga-harga yang diatur pemerintah (administered prices). Selain kenaikan harga BBM, tim juga mewaspadai kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) golongan 900 Volt Ampere (VA) dan biaya administrasi pembuatan surat-surat kendaraan bermotor.

Guna menjaga inflasi, Agus mengungkapkan, pihaknya bakal fokus pada pengendalian harga komponen pangan bergejolak (volatile food). Tim sepakat untuk menekan laju inflasi volatile food di kisaran empat sampai lima persen.

Tim juga sepakat untuk melakukan pengendalian tarif angkutan umum dan sekuensi kebijakan administered prices termasuk rencana konversi subsidi langsung menjadi transfer tunai.  (Baca juga: Ubah Pola Konsumsi, BI Bidik Harga Pangan Turun 2 Persen)

Ke depan, peran Tim Pengendali Inflasi (TPI) dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) juga akan diperkuat. Bila sebelumnya aturan mengenai TPI dan TPID baru sebatas keputusan menteri keuangan atau nota kesepakatan BI, menteri dalam negeri, dan menteri koordinator perekonomian.Ke depan, bakal diusulkan aturannya dalam bentuk peraturan presiden.

“Itu kami usul jadi satu, Peraturan Presiden yang diyakini akan memberi kepastian koordinasi di tingkat lembaga baik pusat atau daerah,” ujar dia.

Secara khusus, BI juga berkomitmen untuk memperkuat bauran kebijakan guna memastikan terjaganya stabilitas ekonomi. Ke depan, pemerintah dan BI sepakat untuk membidik penurunan inflasi secara gradual dari kisaran 3-5 persen tahun ini, menjadi 2,5-4,5 persen pada 2018 dan 2019, serta 2-3 persen pada 2020-2021. “Sasaran inflasi yang rendah ditetapkan dengan (melihat) prospek dan daya saing ekonomi,” ujarnya.