Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berambisi menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia hingga menjadi satu digit. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 27,76 juta jiwa atau 10,7 persen dari total populasi per September 2016.
"Diharapkan tingkat kemiskinan turun di satu digit saja. Sekarang kan masih 10 persenan," ujar Sri Mulyani saat acara laporan Bank Dunia bertajuk 'Indonesia Economics Quarterly', di Jakarta, Selasa (17/1).
Menurutnya, hal tersebut mungkin tercapai dengan segala terobosan yang dilakukan oleh pemerintah. "Kita sudah meningkatkan belanja infrastruktur, belanja sosial di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),” ujarnya.
(Baca juga: Bank Dunia Puji APBN, Ekonomi Indonesia Bisa Tumbuh 5,3 Persen)
Menurut Sri Mulyani, pemerintah telah membuat Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang lebih kredibel. Dirinya pun akan terus mengawasi agar realisasi belanja dapat digunakan secara efektif dan tepat sasaran.
Bagaimanapun, ia mengakui, ada berbagai tantangan yang harus dihadapi untuk mencapai target tersebut. Dari dalam negeri, seretnya penerimaan pajak beberapa tahun ke belakang membuat pemerintah harus melakukan reformasi, termasuk kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty).
Persentase Penduduk Miskin Menurut Wilayah, September 2016
Sementara dari luar, ketidakpastian global pasca terpilihnya Trump dan pelemahan pertumbuhan ekonomi Cina cukup menjadi beban. Tekanan global tersebut membuat kinerja ekspor dan impor Indonesia mengalami pelemahan, meskipun harga komoditas mengalami kenaikan.
Untuk itu, Sri Mulyani mengatakan, investasi dari luar negeri menjadi salah satu jalan untuk terus menggenjot pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kenaikan peringkat kemudahan berusaha membuktikan bahwa pemerintah bersungguh-sungguh untuk mempermudah investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
(Baca juga: Akses Kesehatan Sulit, Banyak Dana Desa Dipakai Bangun Kantor)
Namun, Sri Mulyani sedikit menyindir adanya lembaga yang justru menurunkan rating Indonesia, hanya karena ada sentimen negatif dari pasar di AS. Padahal, pemerintah tengah menarik investasi dari luar negeri, "Kondisi kita di mana, tapi mereka menerima keinginan reaksi pasar di AS," ujarnya.
Oleh karenanya, Sri Mulyani menantang berbagai lembaga riset dan pusat kajian seperti Bank Dunia dan Center for Stategic International Studies (CSIS) untuk memberikan masukan konkrit untuk mengentaskan kemiskinan melalui percepatan dan pemerataan pertumbuhan ekonomi ini.
"Saya tantang beri banyak lagi (masukan), tetapi bukan apanya tapi bagaimana. Pemerintah sudah tau apanya tapi bagaimana belanja lebih baik dan efektif untuk kurangi kemiskinan," ujar Sri Mulyani.
(Baca juga: Beras dan Rokok, Penyumbang Terbesar Kemiskinan di Indonesia)
Sementara itu, Kepala Mandiri Institute Moekti P. Soejachmoen mengungkapkan, pemerintah harus terus mendorong pihak swasta untuk berinvestasi di Indonesia. Hal ini perlu dilakukan mengingat kontribusi belanja pemerintah hanya sebesar 15 persen terhadap pertumbuhan ekonomi.
Dengan demikian, Moekti mengungkapkan, memang salah satu jalan termudah menggerakan roda perekonomian masyarakat secara langsung adalah dengan memberikan bantuan tunai. Karena, masyarakat bisa segera membelanjakan uangnya tersebut untuk meningkatkan kehidupan ekonominya.
"Tapi tidak bisa diberikan terus-menerus, karenanya yang paling baik yaitu pemberian subsidi bersyarat atau yang memenuhi kriteria seperti Program Keluarga Harapan (PKH), sehingga mendidik masyarakat," ujarnya.
(Baca juga: Bappenas Lihat 3 Kunci Sukses Inovasi Pembangunan di Daerah