Bank Indonesia (BI) memperkirakan defisit transaksi berjalan (current account defisit/CAD) pada tahun lalu sebesar 1,8 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Bila perkiraan tersebut benar, maka defisit transaksi berjalan 2016 bakal menjadi yang terendah dalam lima tahun terakhir.
Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo memaparkan, defisit transaksi berjalan pada kuartal IV-2016 diproyeksi 1,9 persen terhadap PDB. Dengan demikian, defisit transaksi berjalan untuk keseluruhan tahun hanya mencapai 1,8 persen terhadap PDB. "Sebelumnya kami perkirakan (defisit transaksi berjalan) 2 persen (terhadap PDB)," katanya di BI, Jakarta, Jumat (13/1).
Pencapaian tersebut jauh lebih rendah dari realisasi defisit transaksi berjalan pada 2012 hingga 2015 yang masing-masing sebesar 3,5 persen, 3,26 persen, 3,06 persen, dan 2,06 persen. (Baca juga: Ekspor Setop, Freeport dan Amman Kaji Aturan Baru Pertambangan)
Sekadar informasi, transaksi berjalan memuat pembayaran dan penerimaan yang ditimbulkan dari aktivitas ekspor-impor barang dan juga jasa. Neraca ini terbagi atas dua komponen yakni neraca perdagangan untuk barang dan juga neraca jasa. Jika neraca transaksi berjalan mengalami defisit, artinya biaya yang harus dibayarkan untuk impor baik barang ataupun jasa lebih tinggi dibanding nilai yang diterima dari ekspor.
Rendahnya defisit transaksi berjalan pada 2016 lalu ditopang oleh surplus neraca perdagangan yang tinggi. Hingga November 2016, neraca perdagangan mencatatkan surplus US$ 7,79 miliar. Pada Desember 2016, Perry memperkirakan neraca perdagangan masih akan mengalami surplus.
"Surplus neraca perdagangan Desember 2016 masih positif. Masih kelihatan surplusnya masih besar," ujar dia. Penyebabnya, kenaikan harga komoditas yang mendorong ekspor dari sektor pertambangan. Selain itu, ekspor di sektor manufaktur juga naik.
(Baca juga: Dana Repatriasi Kerek Surplus Neraca Pembayaran 14 Kali Lipat)
Karena biaya yang dikeluarkan untuk defisit transaksi berjalan menurun, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) 2016 pun diperkirakan positif. Sekadar informasi, NPI memuat transaksi ekonomi antara penduduk Indonesia dengan penduduk mancanegara. Transaksi NPI ini didapat dari data transaksi berjalan, transaksi modal, dan transaksi finansial masyarakat Indonesia.
Sebelumnya, BI memperkirakan surplus NPI pada Kuartal IV sebesar US$ 7,4 miliar. Dengan begitu, sepanjang 2016 surplus diperkirakan sebesar US$ 15 miliar atau naik 14 kali lipat dibanding 2015 yang mengalami defisit US$ 1,1 miliar.
"Karena defisit transaksi berjalan lebih rendah dan arus modal asing 2016 relatif besar, tidak hanya Penanaman Modal Asing (PMA) tapi portfolio inflow (arus masuk ke saham dan obligasi),” tutur Perry. Meski diakui ada arus keluar modal asing pada November karena Pemilihan Presiden (Pilpres) di Amerika Serikat (AS), tapi modal asing tercatat kembali masuk pada Desember.