Dampak Kenaikan Tarif STNK, Inflasi Januari Melejit 0,74 Persen

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
13/1/2017, 18.39 WIB

Bank Indonesia (BI) memprediksi bakal terjadi peningkatan inflasi pada Januari 2016 ini. Penyebabnya, kenaikan tarif administrasi surat kendaraan dan pencabutan sebagian subsidi Tarif Dasar Listrik (TDL) yang mulai berlaku awal tahun ini.

Mengacu kepada survei BI pada pekan pertama Januari 2017, inflasi tercatat sebesar 0,74 persen secara bulanan (month to month/mtm) atau 3,26 persen secara tahunan (year on year/yoy). Pencapaian itu lebih tinggi dibanding Desember 2016 yang hanya 3,02 persen.

Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, salah satu penyumbang inflasi adalah kenaikan biaya administrasi pembuatan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Surat Izin Mengemudi (SIM). Seperti diketahui, biaya administrasi atas jasa pelayanan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) ini naik per 6 Januari 2017.

“Kenaikan STNK berdampak ke inflasi 0,25 persen di Januari,” kata Perry di Jakarta, Jumat (13/1). Penyumbang inflasi lainnya, yaitu pencabutan subsidi tarif listrik golongan 900 Volt Ampere (VA). Hal ini berkontribusi sebanyak 0,11 persen di minggu pertama Januari. (Baca juga: Sudah Teken Peraturan, Jokowi Minta Tarif STNK Jangan Naik Tinggi)

Meski begitu, Perry meyakini penyesuaian harga-harga yang diatur oleh pemerintah (administered price) ini hanya berdampak sementara. Sebab, inflasi inti masih relatif stabil. Adapun kapasitas produksi terpakai masih sebesar 77,6 persen. Ini artinya permintaan di dalam negeri masih tercukupi oleh produksi dalam negeri.

(Baca juga: Menteri Perdagangan Bantah Ada Mafia di Balik Kenaikan Harga Cabai)

Sebelumnya, Perry memperkirakan rencana pemerintah mencabut subsidi listrik 900 VA dan kebijakan distribusi tertutup elpiji 3 kilogram (kg) akan mendorong inflasi sebesar 1 persen. Kendati begitu, dampak lanjutan (second round effect) dari kebijakan ini terhadap penurunan daya beli diramalkan relatif kecil. 

Sementara itu, Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung menuturkan, inflasi masih sesuai target bila pemerintah cuma mencabut subsidi listrik golongan 900 VA. Sebab, tambahan inflasi dari langkah PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) itu cuma 0,95 persen. Tapi, beda soal bila pemerintah memaksakan untuk merealisasikan kebijakan pengurangan atau pencabutan subsidi energi lainnya. 

Kebijakan lain yang dimaksud yaitu distribusi tertutup elpiji 3 kilogram, kenaikan harga elpiji, dan pencabutan subsidi listrik pelanggan 450 VA. "Kalau semua dinaikkan, tahun depan ada risiko (inflasi melebihi 5 persen)," kata Juda.