Dana Repatriasi Kerek Surplus Neraca Pembayaran 14 Kali Lipat

Arief Kamaludin|KATADATA
5/12/2016, 11.10 WIB

Bank Indonesia (BI) optimistis dana repatriasi dari hasil program pengampunan pajak (tax amnesty) bakal mendongkrak surplus Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal IV ini. Nilai surplusnya mencapai US$ 15 miliar sepanjang tahun ini atau melonjak 14 kali lipat dibanding tahun lalu yang defisit US$ 1,1 miliar.

Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung mengatakan, proyeksi surplus NPI  tersebut mempertimbangkan masuknya dana repatriasi dalam jumlah besar di pengujung tahun ini. BI pernah memprediksi sebesar Rp 100 triliun dari total Rp 143 triliun komitmen dana repatriasi, bakal masuk pada kuartal IV-2016.

“Ini masih skenario apakah ada tambahan lagi dari repatriasi tax amnesty, katakan lah Rp 100 triliun tambahan, signifikan. Total keseluruhan tahun ini perkiraan kami US$ 15 miliar,” kata Juda di Bali, Sabtu lalu (3/12).

(Baca juga: Gejolak Rupiah Tak Hambat Repatriasi Rp 100 Triliun di Akhir Tahun)

Sekadar informasi, NPI merupakan indikator kegiatan transaksi ekonomi antara penduduk Indonesia dengan penduduk mancanegara. Transaksi NPI ini didapat dari data transaksi berjalan (perdagangan dan jasa), transaksi modal, dan transaksi finansial masyarakat Indonesia. Adapun dana repatriasi bakal tercatat sebagai komponen yang menyokong surplus pada transaksi modal dan finansial.

Secara kuartalan, Juda memprediksi, NPI pada kuartal IV surplus sebesar US$ 7,4 miliar, naik dari periode sama tahun lalu yang sebesar US$ 5,1 miliar. Jika prediksi itu benar maka surplus NPI tersebut bakal menjadi yang tertinggi sepanjang tahun ini.

Sebelumnya, NPI mengalami defisit US$ 300 juta pada kuartal I, namun berbalik mencetak surplus pada dua kuartal berikutnya sebesar US$ 2,2 miliar dan US$ 5,7 miliar. Adapun surplus pada kuartal III juga disokong masuknya dana repatriasi Rp 40 triliunan. Aliran dana tersebut berimbas pada surplus transaksi modal dan finansial US$ 9,4 miliar pada periode itu.

(Baca juga: Investasi Asing Kerek Neraca Pembayaran Surplus US$ 5,7 Miliar)

Kendati dana repatriasi mulai masuk, hal tersebut tidak lantas memperkuat rupiah. Sebab, mayoritas dana itu masih mengendap di bank penampung (gateaway) dan belum ditukar ke dalam rupiah.

"Di bank gateway belum semua dikonversi ke rupiah, jadi belum ada dampak ke kurs. Kalau ada penempatan di properti atau investasi di saham baru konversi ke rupiah," kata Juda.

Berbeda dengan prediksi BI, Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih meramal NPI cuma akan surplus US$ 8 miliar. Sebab, besarnya aliran keluar dana asing (capital outflow) sepanjang November lalu. Hal itu imbas dari sentimen pasar pasca terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS).

“Dana asing yang keluar sebesar US$ 2,3 miliar selama November saja,” kata Lana. (Baca juga: ASEAN Siapkan Penyangga Ekonomi Hadapi Guncangan Efek Trump)

Hengkangnya dana asing itu, menurut Lana, mengikis cadangan devisa sebesar US$ 3 miliar pada November lalu. Sekadar catatan, cadangan devisa US$ 115 miliar pada akhir Oktober lalu.

Sementara itu, dana repatriasi diprediksi belum akan mendongkrak cadangan devisa. Sebab, seperti kata Juda, dana repatriasi masih dalam dolar AS dan mengendap di perbankan sehingga tidak bisa masuk ke rekening BI sebagai cadangan devisa.