Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai perekonomian Indonesia pada tahun depan akan lebih besar dipengaruhi oleh faktor eksternal dari luar negeri. Selain risiko perlambatan ekonomi dunia, dia menyoroti proses politik di Eropa, khususnya di Jerman dan Prancis, dapat mempengaruhi ekonomi Indonesia.
Pada 2017, Jerman dan Prancis akan melangsungkan pemilihan umum yang berpotensi mengubah peta kebijakan pemerintahan di masing-masing negara. Apalagi, belakangan ini, merebak semangat nasionalisme dan proteksionisme di Eropa termasuk Amerika Serikat (AS), seperti terpilihnya Donald Trump sebagai presiden baru.
(Baca: Sri Mulyani: Hasutan dan Sinisme Hambat Perekonomian)
Menurut Sri Mulyani, pemilu Jerman dan Prancis berpotensi mendatangkan risiko bagi perekonomian dunia dan Indonesia tahun depan. Sebab, kedua negara tersebut merupakan tulang punggung perekonomian Uni Eropa. Selain itu, kedua negara tersebut merupakan mitra dagang banyak negara di dunia.
"Karena apapun (hasil pemilu di Jerman dan Prancis), hal ini akan mempengaruhi policy (ekonomi) kedua negara tersebut," katanya di Sentul, Jawa Barat, akhir pekan lalu.
Di sisi lain, ekonomi Eropa masih dilanda tren perlambatan sejak krisis tahun 2008. Sri Mulyani mengatakan, beberapa lembaga keuangan internasional seperti Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) memprediksi pertumbuhan ekonomi Uni Eropa tahun 2017 hanya 1,5 persen.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi Cina pada tahun depan diramal hanya 6,5 persen. Ketidakpastian juga masih terlihat kepada kebijakan ekonomi Presiden AS terpilih yakni Donald Trump. Meskipun saat ini Trump berkomitmen memacu investasi, pasar masih mengkhawatirkan kebijakan perdagangan internasionalnya.
(Baca: Sri Mulyani: Target Ekonomi 2017 Harus Didukung Investasi Swasta)
"Jadi eksternal pengaruhnya masih besar dan kita perlu hati-hati," kata Sri Mulyani. Mengacu kepada kondisi tersebut, Indonesia sulit mengandalkan pertumbuhan ekonomi dari sisi eksternal, seperti aktivitas perdagangan. Alhasil, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 akan diarahkan sebagai motor utama penggerak pertumbuhan ekonomi.
Tahun depan, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1 persen. "Untuk komposisinya kami harap dari investasi yang membaik," kata Sri Mulyani.
Hal yang sama juga dilakukan untuk menjaga inflasi yang berdampak kepada daya beli masyarakat sebagai komponen pertumbuhan ekonomi. Dalam APBN 2017, inflasi ditetapkan sebesar 4 persen plus minus 1 persen. "Ini kita lakukan di tengah tantangan tahun depan yang berbeda dengan tahun ini," katanya.
Sebelumnya, Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara lebih optimistis memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun depan sebesar 5,2 persen. Ekonomi 2017 diyakini tumbuh lebih tinggi dari tahun ini meski menghadapi tantangan kondisi global yang tak menentu.
"Tidak perlu khawatir. 2017 ini, BI percaya diri pertumbuhan ekonomi lebih baik dari tahun ini. Tapi paling tidak harusnya bisa 5,2 persen," ujar Mirza. (Baca: Ekonomi 2017 Mulai Pulih, Pemerintah Didorong Fokus Sektor Manufaktur)
Menurut Mirza, dampak kemenangan Trump sebagai Presiden AS dengan semua rencana kebijakannya, memang memicu ketidakpastian perekonomian global. Kemungkinan kenaikan suku bunga dana bank sentral AS, The Federal Reserve, dapat mempengaruhi Indonesia. Sebab, Indonesia masih bergantung pada dana asing, terutama dollar AS.