Jumlah pengangguran turun sebanyak setengah juta orang dalam satu tahun terakhir. Penurunan tersebut seiring dengan semakin banyaknya orang yang bekerja di sektor informal, misalnya sebagai pengojek online dan pedagang.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto melansir, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menurun dari 7,56 juta pada Agustus 2015 menjadi 7,03 juta pada Agustus lalu. Artinya, jumlah pengangguran telah berkurang 530 ribu orang dalam setahun terakhir.

Dengan perkembangan tersebut, jumlah pekerja informal juga semakin jauh melampaui jumlah pekerja formal. Hingga Agustus lalu, pekerja di sektor informal mencapai 68,2 juta orang, sedangkan pekerja di sektor formal 50,2 juta orang. Komposisi tersebut meningkat dibanding Agustus 2015. Ketika itu, pekerja di sektor informal baru 6,3 juta orang, sedangkan pekerja di sektor formal 48,5 juta orang.

(Baca juga: Menteri Bambang: Bahaya Pengangguran 2000-2004 Bisa Terulang)

Secara lebih rinci, Suhariyanto mengatakan, status pekerjaan utama di sektor informal terdiri dari berusaha sendiri sebanyak 20 juta orang, berusaha dibantu buruh tidak tetap sebanyak 19,5 juta orang, dan pekerja tak dibayar 16,3 juta orang. Sedangkan di sektor formal, mayoritas merupakan buruh atau karyawan 45,8 juta orang. Sisanya merupakan pekerja non-pertanian dan pertanian, serta berusaha dibantu buruh tetap.

Yang menarik, Suhariyanto mengungkapkan, munculnya pekerjaan baru yakni pengojek online turut membantu penyerapan tenaga kerja di sektor informal. “Ojek online ini membantu (mengurangi pengangguran),” ujar pria yang akrab disapa Ketjuk itu saat konferensi pers angka pengangguran terbuka di kantor BPS, Jakarta, Senin (7/11).

Pengojek berbasiskan aplikasi online ini turut mendongkrak jumlah pekerja di sektor jasa yang meningkat sebanyak 1,52 juta menjadi 19,5 juta orang. Secara lebih spesifik, pekerja di sektor transportasi meningkat 500 ribu menjadi 5,6 juta orang. 

Selain didorong pengojek online, Ketjuk menjelaskan, penurunan pengangguran ini juga didorong oleh mobilitas pekerja. Yang paling menonjol adalah ibu rumah tangga yang beralih menjadi pedagang.

Ia tak bisa memastikan apakah hal tersebut ada kaitannya dengan maraknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada awal tahun hingga kuartal II lalu. Tapi, dia menduga, peralihan tersebut lebih karena adanya keinginan dari ibu rumah tangga untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya.

“Saya enggak telusuri apakah karena PHK, kemungkinan mereka (ibu rumah tangga) mau meningkatkan kesejahteraan keluarganya,” tutur Ketjuk. (Baca juga: Kepala Bappenas Rancang Skema Asuransi Bagi Pengangguran)

Peningkatan angkatan kerja dari kalangan ibu rumah tangga ini bisa dilihat dari kenaikan partisipasi perempuan sebesar 1,9 juta menjadi 50,8 juta orang di Agustus 2016. Sedangkan partisipasi angkatan kerja laki-laki hanya naik 580 ribu menjadi 66,3 juta orang. Selain itu, dapat juga dilihat dari peningkatan pekerja di sektor perdagangan sebanyak 1 juta orang.

Menurut Ketjuk, peningkatan pekerja di sektor informal cukup membantu ekonomi domestik di tengah perlambatan ekonomi global. Namun, ia menyoroti soal risiko pekerjaan di sektor tersebut lantaran minimnya proteksi bagi pekerjanya.

“Informal itu proteksi terhadap tenaga kerjanya yang kurang dibanding formal. Tapi kalau pendapatannya tinggi, itu bisa pakai (asuransi) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) mungkin,” katanya. (Baca juga: Target Angka Kemiskinan 2017 Lebih Rendah dari Tahun Ini)

Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS Sukardi mengungkapkan, besarnya penyerapan tenaga kerja di sektor jasa dan perdagangan lantaran pertumbuhan bisnis di dua sektor tersebut juga cukup besar. “(Kenaikan) di ojek online itu kelihatan, kalau di perdagangan online tidak,” kata Sukardi.

Secara keseluruhan, BPS mencatat, tingkat ketenagakerjaan meningkat. Dari 189,10 juta penduduk usia kerja atau usia di atas 15 tahun, sekitar 125,44 juta orang di antaranya merupakan pekerja. Sedangkan sisanya 63,66 juta orang lainnya bukan. Jumlah pekerja yang sebesar 125,44 juta orang tersebut naik sebanyak 3,06 juta dibandingkan Agustus 2015. 

Adapun penyerapan tenaga kerja di sektor konstruksi tercatat menurun sebanyak 230 ribu. Sedangkan penyerapan pekerja di sektor manufaktur atau industri dan pertanian hanya naik tipis sebesar 290 juta dan 20 juta. Penurunan tersebu, menurut Sukardi, karena masa panen yang sudah terjadi dan permintaan dalam negeri yang masih rendah.