Pemerintah dan Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati asumsi pertumbuhan ekonomi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017 sebesar level 5,1 persen. Angkanya lebih rendah dibandingkan asumsi awal maupun target pertumbuhan ekonomi tahun ini yang sebesar 5,2 persen.
Kepala Ekonom Bank Central Asia David Sumual merespons positif koreksi pertumbuhan ekonomi tahun depan tersebut. “Lebih baik sedikit konservatif, dari sisi fiskal jadi lebih prudent,” katanya kepada Katadata (8/9). Ia menilai 5 persen sebagai level yang pas digunakan sebagai asumsi pertumbuhan ekonomi, meski dia memprediksi ekonomi berpeluang tumbuh 5,1 persen.
Pertumbuhan ekonomi tahun depan bakal terbantu oleh kebijakan moneter yang bisa lebih longgar. Bank Indonesia (BI) berpotensi memangkas kembali suku bunga acuan 7-Days Repo yang kini bertengger di level 5,25 persen.
Untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi ke depan, David berpendapat, pemerintah harus berfokus membangun sektor riil dengan merealisasikan paket-paket kebijakan yang sudah dibuat. “Kalau kondisi (sektor riil) lebih bagus, ekspansi fiskal akan lebih baik,” ucapnya.
Ia pun mengharapkan realisasi sejumlah paket kebijakan ekonomi, seperti penurunan tarif Bea Perolehan Atas Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) dari maksimum 5 persen menjadi 1 persen bagi tanah dan bangunan yang menjadi aset Dana Investasi Real Estate (DIRE), untuk memacu perekonomian. Selain itu, kebijakan di bidang listrik, dan percepatan perizinan usaha.
Ekonom dari Universitas Indonesia, Lana Soelistianingsih, juga berpendapat ekonomi 2017 bisa tumbuh di level 5,12 persen. Perkiraan itu dengan dukungan perbaikan perdagangan luar negeri.
Ia memprediksi harga komoditas akan membaik tahun depan sehingga kinerja ekspor semakin meningkat. “Mudah-mudahan harga komoditas cukup membaik karena harga komoditas sudah melewati harga terendahnya,” kata Lana. Kalau pun ekonomi melambat, kemungkinan pertumbuhan masih bisa di level 4,87 persen.
Dalam rapat kerja dengan pemerintah di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Rabu malam (7/9), Komisi Keuangan menilai asumsi pertumbuhan ekonomi yang diusulkan pemerintah dalam RAPBN 2017 sebesar 5,2 persen kelewat optimistis. DPR menaksir pertumbuhan ekonomi 2017 hanya sebesar 5,04 persen.
Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai angka 5,2 persen masih masuk akal untuk dicapai. Apalagi dengan memperhitungkan aliran masuk modal dari luar negeri.
Aliran modal yang dimaksud yaitu dana repatriasi terkait program pengampunan pajak (tax amnesty) dan dana investasi masuk seiring meningkatnya kepercayaan investor terhadap APBN yang dirancang oleh pemerintah. (Baca juga: Prediksi BI, Repatriasi Hanya Akan Capai Rp 180 Triliun)
Selain itu, di tengah perdagangan luar negeri yang kemungkinan belum pulih, pemerintah masih mengandalkan dorongan ekonomi dari internal seperti konsumsi pemerintah, korporasi dan rumah tangga, “Jadi menghitung sisi positif dan negatif saya pikir ada di angka 5,1 persen," kata Sri Mulyani.
(Baca juga: Target Angka Kemiskinan 2017 Lebih Rendah dari Tahun Ini)
Bila nantinya pemerintah mengajukan APBN perubahan 2017, dia berharap asumsi pertumbuhan ekonomi tersebut bisa direvisi naik. Jadi, bukan turun seperti yang terjadi beberapa tahun belakangan. "Kami harap kalau ada APBNP, dia (pertumbuhan ekonomi) akan ke atas," ujarnya.
Sedangkan Bank Indonesia masih melihat adanya peluang ekonomi tumbuh di atas 5,1 persen. Gubernur BI Agus Martowardojo menjelaskan pihaknya memprediksi pertumbuhan 2017 bisa di kisaran 5,1 hingga 5,5 persen. Agus pun meyakini, ekonomi bisa tumbuh 5,2 persen.
Selain menyepakati pertumbuhan ekonomi, pemerintah dan Komisi Keuangan DPR juga menyepakati asumsi ekonomi lainnya, yaitu inflasi sebesar 3 persen sampai 5 persen, nilai tukar rupiah di level Rp 13.300 per dolar Amerika, dan tingkat suku bunga SPN 3 bulan di level 5,3 persen.