Kekurangan penerimaan pajak pada tahun ini diperkirakan bakal lebih besar dari taksiran pemerintah. Ketimbang menambah utang, pemerintah disarankan untuk memperbesar pemangkasan anggaran belanja.
Pemerintah memperkirakan selisih antara target dengan penerimaan (shortfall) pajak tahun ini mencapai Rp 219 triliun. Karena itu, pemerintah berencana memangkas belanja sebesar Rp 133,8 triliun guna menahan pelebaran defisit hingga 2,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Namun, Kepala Ekonom Bank Rakyat Indonesia (BRI) Anggito Abimanyu memperkirakan shortfall pajak bisa mencapai Rp 200 triliun hingga Rp 250 triliun. Ini setara dengan 19 persen dari target penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2016 sebesar Rp 1.318,9 triliun.
(Baca: Target Pajak Tak Realistis, Jokowi Setujui Usul Sri Mulyani)
Alhasil, pemerintah perlu memangkas lagi anggaran belanja. Menurut mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) ini, langkah tersebut lebih aman ketimbang menambah utang. Pertimbangannya, stabilitas makroekonomi masih menjadi landasan utama bagi investor untuk berinvestasi di Indonesia.
“(Pemotongan anggaran) itu sesuatu yang tidak bisa dihindari, karena tidak mungkin APBN tidak punya pembiayaan. Konsekuensinya perlambatan ekonomi, tapi itu lebih baik ketimbang stabilitas makroekonomi terganggu,” kata Anggito seusai menghadiri acara “Indonesia's Economy: Review on Financial and Banking Sector” di Jakarta, Senin (15/8).
(Baca: Tujuh Jenis Belanja Kementerian Dipangkas Rp 65 Triliun)
Di tempat yang sama, Direktur Utama Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo memperkirakan shortfall pajak bisa mencapai sekitar Rp 237,4 triliun atau 18 persen dari target penerimaan. Penyebabnya, selain potensinya memang minim, langkah pemerintah yang berencana menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) juga akan mengurangi penerimaan pajak.
Ia mencatat, serangkaian program dan insentif yang berpotensi menggerus penerimaan pajak yakni kenaikan batasan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi Rp 54 juta, penurunan beberapa tarif pajak, perluasan cakupan tax holiday dan tax allowance, hingga moratorium pemeriksaan.
“Kalau kondisi (ekonomi) seperti ini, (perkiraan penerimaan pajak) hanya 82 persen dari target. Jadi memang harus realistis, apalagi dengan pencapaian seperti ini karena sudah terlalu banyak potensi yang dibuang,” kata Prastowo kepada Katadata.
(Baca: Defisit Lebih 3 Persen, Chatib Basri Khawatir Dana Asing Kabur)
Namun, jika penerapan pengampunan pajak (tax amnesty) mampu mencapai target uang tebusan Rp 165 triliun, dia memperkirakan penerimaan pajak hingga akhir tahun nanti bisa mencapai 90 persen dari target atau Rp 1.187 triliun. Berdasarkan hitungannya, realisasi penerimaan uang tebusan yang realistis hanya Rp 80 triliun. Dengan begitu, penerimaan pajak hanya mencapai Rp 1.121 triliun atau defisit 15 persen dari target.