Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Juli sebesar 0,69 persen, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya 0,66 persen. Namun, angka itu masih lebih rendah dari proyeksi Bank Indonesia yang memperkirakan 0,74 persen.
“Terjadi inflasi di 78 kota. Tertinggi di Tanjung Pandan 2,34 persen dan terendah di Gorontalo 0,06 persen. Sedangkan empat kota deflasi. Tertinggi di Jayapura 1,1 persen,” kata Kepala BPS Suryamin di kantornya, Jakarta, Senin, 01 Agustus 2016.
Menurut dia, penyebab inflasi kali ini berasal dari dua kelompok utama, yakni bahan makanan dan transportasi. Bahan makanan mencatatkan inflasi 1,12 persen dibandingkan bulan lalu dan 6,81 persen dibandingkan Juli 2015. (Baca: BI Prediksi Inflasi Juli 0,74 Persen, Fundamental Ekonomi Terjaga).
Adapun transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami inflasi 1,22 persen dibandingkan bulan lalu dan 3,77 persen dibanding Juni 2015. Sedangkan komponen lainnya seperti makanan 0,54 persen; perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,24 persen; sandang 0,44 persen; serta, pendidikan rekreasi dan olahraga 0,51 persen.
“Karena Lebaran pada 6 Juli, artinya 1 - 5 Juli masih ada pengaruh arus mudik sampai 15 Juli arus balik,” ujar dia. “Kalau komponen pendidikan, itu juga ada pengaruh tahun ajaran baru. Untungnya terpecah, jadi tidak terlalu besar pengaruhnya.” (Baca juga: Harga Pangan Terkendali, April Cetak Deflasi Terbesar Sejak 1999).
Menurut Suryamin, ada 10 komponen penyebab inflasi. Tarif angkutan udara, misalnya, naik 11,02 persen dengan bobot 1,12 persen. Begitu juga dengan tarif angkutan darat antarkota bertambah 10,53 persen dengan bobot 0,82 persen.
Penyebab kedua tarif angkutan ini naik karena peningkatan permintaan sebelum dan sesudah Idul Fitri. Lalu, Tarif Dasar Listrk (TDL) meningkat 1,12 persen, khususnya untuk pelanggan 1.300 volt ampere, imbas kenaikan tarif Rp 8 per kilowatt per 1 Juli. (Baca: Faktor Mudik Lebaran, Inflasi Pekan Kedua Juli Melejit 1,18 Persen).
Komponen lain yang menyebabkan inflasi di antaranya bawang merah, daging ayam ras, kentang, ikan segar, beras, cabai merah, dan emas perhiasan yang masing-masing mengalami kenaikan harga 9,44 persen, 3,35 persen, 14,48 persen, 1,31 persen, 0,5 persen, 3,76 persen, dan 1,52 persen.
Adapun dari sisi inflasi inti, yang menggambarkan perekonomian secara umum, angkanya sebesar 0,34 persen dari bulan lalu dan 3,49 persen dibanding periode sama 2015. Kemudian harga yang diatur oleh pemerintah (administered price) sebesar 1,32 persen yang dipengaruhi oleh kenaikan TDL. Sedangkan harga yang bergejolak atau volatile food dan komponen energi masing-masing mengalami inflasi 1,2 dan 0,44 persen.
Meski inflasi Juli 2016 mencatatkan peningkatan dibanding Juni 2016, kata Suryamin, realisasi bulan lalu merupakan yang terendah sepanjang lima tahun terakhir. Secara berturut-turut sejak 2012 - 2015, inflasi pada Juli sebesar 0,7 persen, 3,29 persen, 0,93 persen, dan 0,93 persen.
Dari data tersebut terlihat lonjakan inflasi begitu tinggi pada Juli 2013. Ketika itu terjadi sejumlah pemicu yang berlangsung berbarengan. Misalnya, pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak, tahun ajaran baru, dan memasuki musim puasa dan Lebaran. (Baca juga: Daya Beli Masyarakat Terjaga, Inflasi Juni 0,66 Persen).
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Fiskal Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung memperingatkan adanya kenaikan inflasi pada Juli 2016. Pemicu utamanya yakni transportasi, terutama dari sisi tarif angkutan udara imbas arus mudik dan balik. Selain itu, kemacetan menjelang Lebaran dan setelahnya mempengaruhi distribusi yang berimbas pada kenaikan harga.