Bank Dunia telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini dari semula 2,9 persen menjadi 2,4 persen. Sebab, kondisi negara-negara pengekspor komoditas masih terpukul oleh rendahnya harga. Kondisi ini juga berlaku di Indonesia. Tapi, pemerintah bisa terus mendorong dua sumber baru pertumbuhan ekonomi.
Kepala Perwakilan Bank Dunia di Indonesia Rodrigo Chaves mengatakan, kondisi ekonomi dunia di masa datang masih lemah sehingga membatasi permintaan global. Hal ini tentu akan terus menekan harga komoditas sehingga mempengaruhi ekspor dan perekonomian Indonesia.
Menyikapi kondisi tersebut, ada dua jalan yang bisa dipilih Indonesia untuk menopang perekonomiannya. Pertama, mengandalkan sumber daya alam (SDA) yang dimiliki. Kedua, selain SDA, mengandalkan kemampuan sumber daya manusia dan peningkatan modal. “Lebih baik bagi Indonesia untuk memilih yang kedua,” kata Chaves dalam acara “Indonesia Economic Quarterly 2016” yang digelar Bank Dunia di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin (20/6).
(Baca: Ekspor April Masih Lesu, Industri Manufaktur Terus Tumbuh)
Menurut dia, pemerintah perlu melakukan diversifikasi sumber pertumbuhan ekonomi. Yaitu ke sektor manufaktur dan jasa lantaran dua sektor itu memberikan pekerjaan dengan upah lebih tinggi.
Saat ini, pertumbuhan industri manufaktur Indonesia sangat kecil, hanya 4,6 persen. Berbeda dengan Vietnam yang mampu mengembangkan sektor manufaktur.
Untuk mengembangkan industri manufaktur, pemerintah dapat melakukan reformasi kebijakan. Salah satu caranya adalah merilis 12 paket kebijakan ekonomi sejak September tahun lalu untuk membangkitkan industri manufaktur. “Reformasi yang dilakukan belum selesai. Saya dengar keinginan reformasi itu tidak berhenti dan akan terus dilakukan agar perekonomian lebih kompetitif,” kata Chaves.
(Baca: Bank Dunia: Pertumbuhan Indonesia Tergantung Paket Ekonomi)
Dengan mengandalkan reformasi kebijakan tersbeut, Chaves memperkirakan ekonomi Indonesia bisa tumbuh 5,1 persen tahun ini. Proyeksi itu lebih baik dibandingkan pertumbuhan ekonomi negara-negara pengekspor komoditas lainnya, seperti Brasil, Meksiko, dan lain-lain. Ia hanya memberikan catatan agar pemerintah dapat menangani risiko fiskal untuk mencapai target tersebut.
Di tempat yang sama, Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong mengatakan selain manufaktur, pemerintah saat ini akan berfokus mengejar devisa dari sektor pariwisata. Ia mencontohkan Cina yang dapat menghasilkan ratusan miliar dollar dengan modal pembenahan sektor pariwisata. "Jadi perlu juga ada transisi dari manufaktur ke sektor jasa dan gaya hidup.”
(Baca: Konsumsi Lemah, Menkeu Turunkan Target Pertumbuhan Ekonomi)
Sedangkan Ekonom Utama Bank Dunia di Indonesia Ndiame Diop mengatakan, pihaknya tetap mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,1 persen karena pemerintah mampu melakukan beberapa reformasi di bidang perekonomian. Upaya itu akan membangkitkan investasi pemerintah, yang diharapkan kemudian bisa mengerek investasi swasta. Namun, upaya reformasi melalui paket kebijakan ekonomi itu membutuhkan waktu dan juga adanya kebijakan lanjutan.
Menurut Diop, ada tiga langkah yang bisa dilakukan Indonesia untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi. Pertama, kebijakan moneter dengan menjaga tingkat inflasi. Dengan begitu, suku bunga pinjaman bisa turun untuk memacu perekonomian.
Kedua, kebijakan fiskal. Yaitu, menjaga belanja pemerintah untuk mendorong sektor swasta. “Kami sudah melakukan pengujian, pemerintah pusat bisa alokasikan (belanja) Rp 183 triliun tahun ini, yang sekitar 90 persennya akan terserap,” kata Diop.
Ketiga adalah memacu perdagangan. Pemerintah terus berusaha mengurangi hambatan tarif untuk meningkatkan perdagangan. Peningkatan aktivitas ekspor-impor itu akan menopang pertumbuhan ekonomi.