Fitch Ratings mempertahankan peringkat kredit layak investasi (investment grade) Indonesia pada BBB-, dengan prospek stabil. Salah satu alasan kunci keputusan lembaga pemeringkat internasional itu adalah jumlah utang pemerintah masih rendah, namun tetap bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya, pemerintah masih menunggu keputusan Standard & Poor’s untuk mengangkat peringkat Indonesia ke level investment grade pada bulan depan.
Secara umum, ada beberapa faktor kunci yang mendukung keputusan Fitch untuk mempertahankan Sovereign Credit Rating Indonesia pada BBB-. Pertama, beban utang pemerintah yang rendah. Kedua, prospek pertumbuhan ekonomi yang baik. Ketiga, risiko sektor perbankan yang rendah. Namun, besarnya pengaruh sentimen pasar terhadap faktor eksternal membutuhkan upaya ekstra pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi.
Fitch memperkirakan, ekonomi Indonesia tahun ini bisa tumbuh 5,2 persen. Lalu, dalam dua tahun ke depan dapat meningkat menjadi masing-masing 5,5 persen dan 5,7 persen. Hal ini didukung oleh reformasi struktural melalui pengurangan anggaran subsidi dan pe ngeluaran non-prioritas.
Reformasi struktural yang telah ditempuh pemerintah dengan meluncurkan paket kebijakan ekonomi sebanyak 12 paket sejak September tahun lalu hingga saat ini , diyakini akan meningkatkan iklim investasi secara signifikan.
(Baca: S&P Nilai Positif, Peringkat Indonesia Berpeluang Layak Investasi)
Paket itu memuat beberapa hal, antara lain perampingan jumlah dan percepatan proses perizinan untuk melakukan kegiatan usaha. Selain itu, penetapan formula upah minimum untuk memperbaiki iklim investasi. Adapun revisi Daftar Negatif Investasi (DNI) mencerminkan semakin terbukanya Indonesia terhadap investor asing.
Fitch juga mengapresiasi langkah pemerintah menaikkan belanja modal untuk membangun infrastruktur. Langkah ini diharapkan bisa memacu sektor usaha dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. “Berbagai kebijakan itu mendorong sentimen pasar lebih positif, terlihat dari pergerakan rupiah yang relatif stabil bahkan menguat sekitar 10 persen sejak September 2015,” kata analis Fitch Rating Thomas Rookmaaker dalam siaran persnya yang diterima Katadata, Selasa (24/5).
(Baca: Pemerintah Rajin Rilis Obligasi, Rasio Utang Naik Jadi 36,5 Persen)
Di sisi lain, Fitch menyoroti jumlah utang pemerintah. Berdasarkan data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, total utang pemerintah pusat per akhir April lalu sebesar Rp 3.279,28 triliun. Jumlahnya bertambah 5,8 persen dibandingkan akhir 2015.
Sedangkan Bank Indonesia (BI) mencatat, total utang luar negeri (ULN) per akhir Maret lalu mencapai US$ 316 miliar atau setara Rp 4.234,4 triliun, naik 1,9 persen dibandingkan akhir 2015. Alhasil, rasio ULN terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) meningkat menjadi 36,5 persen.
Fitch melihat rasio utang pemerintah terhadap PDB sebesar 26,8 persen masih rendah. Namun, pemerintah diharapkan tidak menaikan utang secara signifikan agar defisit anggaran tidak melebihi tiga persen.
Fitch memperkirakan defisit fiskal tahun ini mencapai 2,7 persen dari PDB. Artinya, ada kenaikan utang Rp 69,9 triliun dari target defisit sebesar Rp 273,2 triliun atau 2,15 persen dari PDB. Meski beban utangnya meningkat, Fitch menilai defisit 2,7 persen tidak terlampau jauh beda dengan standar 2,6 persen untuk kategori peringkat BBB- atau stabil.
(Baca: Neraca Pembayaran Defisit Tertekan Pelunasan Utang)
Meski begitu, ruang fiskal pemerintah untuk meningkatkan belanja modal terbatas karena pendapatan negara sangat rendah. Karena itu, Fitch mendukung langkah pemerintah menerapkan kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty).
Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo merespons positif keputusan Fitch tersebut. “Hal ini menunjukkan Indonesia melakukan kebijakan yang tepat untuk menjaga stabilitas sekaligus mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan struktur yang lebih sehat,” katanya dalam siaran pers BI.
Sekadar informasi, Fitch sebelumnya telah menegaskan peringkat Indonesia pada BBB- dengan prospek stabil pada 6 November 2015. Sedangkan pada akhir Januari lalu, Moody’s Investors Service mempertahankan peringkat kredit Indonesia yaitu Baa3 dengan prospek stabil. Ini merupakan derajat (notch) terendah level investment grade yang sudah disematkan Moody’s sejak 18 Januari 2012.
Sementara itu, S&P berencana mengumumkan peringkat terbaru kredit Indonesia pada bulan depan. Sebelumnya, pada awal Mei lalu, S&P telah berkunjung ke Indonesia dan menemui beberapa menteri serta pejabat untuk melakukan penilaian terhadap pencapaian ekonomi.
(Baca: Dua Alasan Moody’s Pertahankan Peringkat Layak Investasi Indonesia)
Director Sovereign and International S&P Kyran Curry mengakui adanya kemajuan perekonomian Indonesia. Hal itu membuka peluang S&P menaikkan peringkat Indonesia menjadi investment grade. “Ada kemungkinan menaikkan peringkat lebih tinggi nanti,” katanya, Rabu (11/5).
Sekadar informasi, S&P saat ini masih menempatkan Indonesia di bawah level layak investasi dengan peringkat BB+. Pada Mei 2015, lembaga ini sebenarnya telah mendongkrak prospek peringkat Indonesia dari "Stabil" menjadi "Positif".