Presiden Joko Widodo menyiapkan langkah antisipasi jika pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) menghadapi masalah atau mandek di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pertimbangannya, kebijakan pengampunan pajak dibutuhkan pemerintah untuk mendukung target penerimaan pajak tahun ini.
Menurut Jokowi, pembahasan RUU Tax Amnesty saat ini merupakan wilayah DPR dan prosesnya tengah berlangsung. Meski begitu, dia mempersiapkan peraturan pemerintah jika pembahasan rancangan tersebut menemui masalah. “Yang paling penting sudah ada proses di sana. Tetapi kami siapkan PP kalau (pembahasan) tax amnesty ada masalah. PP-nya mengenai deklarasi pajak,” kata Jokowi seusai menghadiri acara “Indonesia E-Commerce Summit and Expo” di Indonesia Convention Exhibition (ICE), BSD City, Rabu (27/4).
Namun, Presiden tidak menjelaskan lebih detail perihal materi PP tentang deklarasi pajak tersebut. Yang jelas, pemerintah tidak harus tergantung kepada UU Tax Amnesty.
(Baca: Bertemu Jokowi, DPR Janjikan RUU Tax Amnesty Rampung Bulan Ini)
Para pimpinan DPR telah menemui Presiden di Istana Negara, Jakarta, Jumat (15/4) dua pekan lalu. "Pertemuan konsultasi ini dimaksudkan untuk percepatan pembahasan RUU Tax Amnesty yang merupakan fokus bersama, DPR atau pemerintah," ujar Ketua DPR Ade Komarudin. Menurut dia, DPR akan mengupayakan pembahasan RUU Tax Amnesty bisa selesai dalam masa sidang sekarang. Masa persidangan ini sedang berlangsung hingga 29 April mendatang.
Saat ini, pembahasannya masih dilakukan oleh Komisi Keuangan (Komisi IX) DPR. Berbagai pihak terkait diundang untuk memberikan pandangannya terhadap rancanangan beleid tersebut. Mulai dari kalangan pengusaha, pakar hukum, otoritas keuangan seperti Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan hingga aparat penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK). Hari Rabu ini, Komisi XI mengundang Bursa Efek Indonesia.
(Baca: BI Peringatkan Risiko Masuknya Dana Tax Amnesty Rp 560 Triliun)
Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro berharap pembahasan RUU Tax Amnesty dapat segera rampung sehingga pemerintah bisa menjalankan beleid tersebut tahun ini. Bambang menyebut, potensi dana wajib pajak Indonesia di luar negeri mencapai Rp 6.000 triliun. Sedangkan berdasarkan kajian BI, penerapan tax amnesty bisa menambah penerimaan pajak sebesar Rp 45,7 triliun tahun ini. Sedangkan potensi masuknya dana repatriasi atau pemulangan dana dari luar negeri hasil kebijakan tersebut bisa mencapai Rp 560 triliun.
(Baca: KPK, Polri, Kejagung, PPATK Dukung UU Pengampunan Pajak)
Di sisi lain, Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif menyatakan, KPK sebagai lembaga hukum tidak dalam posisi menyetujui ataupun menolak rancangan beleid tersebut, yang tengah dibahas pemerintah bersama DPR. Sebaliknya, lembaga antirasuah ini akan mendukung kebijakan pengampunan pajak karena bertujuan mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Meskipun, di sisi lain kebijakan itu bertujuan “mengampuni” masuknya dana-dana bermasalah yang selama ini diparkir di luar negeri. “Kami berkomitmen mendukung ini (tax amnesty) untuk kemashalatan dan kesejahteraan Indonesia,” kata Laode saat rapat dengan Komisi XI DPR, Selasa (26/4).
Meski begitu, KPK memberikan beberapa catatan terkait rancangan beleid tersebut. Laode menyatakan, beberapa kejahatan harus dikecualikan dari kebijakan itu. Antara lain, dana-dana yang terkait dengan terorisme, narkoba, dan kejahatan lainnya.
(Baca: Tarif Tax Amnesty Usulan Pemerintah Dinilai Terlalu Rendah)
Selain itu, dia meminta agar RUU Tax Amnesty mencantumkan secara jelas batas waktu kebijakan pengampunan pajak. Sebab, tax amnesty ini merupakan upaya terpaksa yang harus dilakukan pemerintah. “Ketika satu persen orang kaya ini dikecualikan (melalui tax amnesty), ini tidak adil. Karena itu, masa waktunya dan target pemasukannya harus ditentukan,” ujarnya.