KATADATA - Waktu tunggu bongkar muat barang di pelabuhan (dwelling time) pada pertengahan bulan ini sudah berkurang dari 6-7 hari pada tahun lalu, menjadi 3,6 hari. Namun, hal ini belum bisa memuaskan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Saya ingin waktunya bisa ditekan lagi, bisa dipersingkat lagi," ujar Jokowi saat membuka rapat terbatas untuk membahas kelanjutan dwelling time dan tol laut, di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa, (29/3). Selain menekankan pentingnya sinergi antar lembaga, Jokowi pun menginstruksikan kepada kabinetnya untuk melakukan deregulasi peraturan berupa penyederhanaan prosedur perizinan dan langkah percepatan pelayanan kepelabuhan.
Usai ratas tersebut Menteri Koordinator Bidang Maritim Rizal Ramli mengatakan meski sudah berkurang, dwelling time masih bisa turun hingga menjadi dua hari. Pemerintah pun telah memiliki cara untuk mengejar target tersebut, sehingga bisa menyamai dwelling time di Malaysia. (Baca: April, Jokowi Targetkan Bongkar Muat Pelabuhan Priok 3 Hari)
Ada enam cara yang akan dilakukan. Pertama, dengan menerapkan sanksi berupa denda kepada perusahaan yang lambat dalam pengurusan dokumen. Selama ini banyak pelaku ekspor-impor yang sengaja memperlambat pengurusan dokumen dengan berbagai alasan. Sehingga barangnya lama tertahan di pelabuhan. "Jadi nanti akan disiapkan pinalti. Siapa yang dokumennya terlambat, kena penalti lebih besar," ujar Rizal.
Kedua, menaikkan denda penalti bagi importir yang tidak mengambil barangnya selama dua hari. Selama ini importir yang dinilai bonafid dan kredibel hanya dikenakan Rp 27.500 bagi kontainer yang menginap lebih dari dua hari di pelabuhan. Tarif ini sangat murah dibandingkan jika pemilik barang menyewa gudang di luar pelabuhan. (Baca: Kementerian Perhubungan Akan Perbaiki Skema Denda Kontainer)
Ketiga, dengan menerapkan sistem teknologi informasi (IT) yang terintegrasi dari setiap kementerian dan lembaga yang terkait dengan proses pengurusan perizinan barang di pelabuhan. Salah satunya dengan mengintensifkan penggunaan portal Indonesia National Single Window (INSW) yang sudah ada.
Keempat, membuka pelabuhan alternatif yang akan membantu Pelabuhan Tanjung Priok untuk melayani ekspor-impor. Rizal mengaku pihaknya sudah mengirim surat kepada Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno, dan PT Pelabuhan Indonesia (Persero) II. Dalam surat tersebut, Rizal meminta pelabuhan alternatif ini di Banten. Selain mengurangi kepadatan di Tanjung Priok, hal ini juga akan menurunkan biaya logistik bagi industri-industri di daerah tersebut.
Kelima, pemerintah juga membangun kereta pelabuhan untuk mengurangi kepadatan di Pelabuhan Tanjung Priok. Saat ini hanya ada satu rel kereta pelabuhan di Tanjung Priok. Nantinya, PT Kereta Api Indonesia akan membangun rel kedua. (Baca: Pangkas Dwelling Time, 3 Pelabuhan Disiapkan Bantu Tanjung Priok)
Keenam, dengan memberantas mafia pelabuhan. Selama ini masalah dwelling time hanya seputar waktu kontainer turun sampai keluar pelabuhan. Namun, kata Rizal, ada satu masalah lagi, yaitu waktu tunggu kapal di Pelabuhan apa yang disebut sebagai demurrage time. Di Indonesia demorage time masih lama, sekitar tiga sampai tujuh hari.
Hal ini terjadi karena manajemen pelabuhan sebelumnya tidak mengikuti standar paling baik di dunia yaitu first come first serve. Di mana kapal yang datang lebih dulu seharusnya dilayani lebih dulu. Menurut Rizal, biasanya untuk satu hari kapal seberat 60.000 DWT yang akan masuk ke pelabuhan harus membayar US$ 20.000. Mereka kemudian menyogok petugas sekitar US$ 5.000 - US$ 10.000 agar bisa dilayani lebih dulu. Pemerintah menargetkan demurrage time juga bisa berkurang menjadi dua hari.