KATADATA - Sebentar lagi Badan Pusat Statistik melaksanakan sensus ekonomi 2016. Anggaran kegiatan yang dimulai April nanti tak sedikit, hingga Rp 2,4 triliun. Walau terlihat jumbo, Kepala BPS Suryamin berharap pemerintah tak menyunat dana tersebut dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2016. Pemotongan anggaran berpotensi menggganggu jalannya sensus.
Menurut Suryamin, biaya sebesar itu untuk membayar tenaga pensurvei sebanyak 340 ribu petugas, biaya pelatihan, konsumsi, sewa gedung, hingga pendataan sampai dengan Desember mendatang. “Kalau dipotong sampai pendataan lapangan akan bahaya,” kata Suryamin usai rapat dengan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Sofyan Djalil di Jakarta, Senin, 28 Maret 2016.
Sebenarnya, kata dia, survei ekonomi nasional ini sempat ditargetkan rampung pada Agustus mendatang. Namun apabila ada pemotongan anggaran dikhawatirkan prosesnya, seperti pelaksanaan lapangan dan pengolahan data, dapat molor hingga Desember. (Baca: BPS Gunakan Rp 2,4 Triliun Gelar Sensus Ekonomi 2016)
Tak hanya itu, pengurangan biaya akan terdampak kepada kegiatan rutin BPS seperti pemantauan inflasi yang menjadi salah satu indikator penting perekonomian. BPS juga mesti menghitung jumlah penduduk miskin dan pengangguran sebagai bahan evaluasi pemerintah.
Di kesempatan yang sama, Sofyan mengatakan paham dengan pentingnya sensus ekonomi. Namun dia juga meminta BPS mengukur dengan standar terbaik. Apalagi sensus ekonomi ini akan digunakan sebagai acuan kebijaka pemerintah. “Saya tahu konsep pak Suryamin ini ingin agar dana sensus ekonomi dijamin,” kata Sofyan. (Lihat pula: Bonus Demografi: Peluang atau Ancaman).
Nantinya, dari sensus ini pemerintah bisa mengetahui kemajuan beberapa aspek di sektor usaha formal dan juga informal. Sofyan berharap dengan sensus ini pemerintah mempunyai pegangan data untuk mencegah kesenjangan ekonomi semakin melebar. Juga, untuk melihat perkembangan profil wirausaha di masyarakat.