Bank Dunia Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Donang Wahyu|KATADATA
Penulis: Yura Syahrul
15/3/2016, 12.11 WIB

KATADATA - Bank Dunia merevisi turun proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini menjadi 5,1 persen lantaran terus bergantung kepada ekspansi fiskal dari pemerintah. Sedangkan ekonomi tahun depan bisa tumbuh sebesar 5,3 persen. Padahal, pada akhir tahun lalu, Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini bisa mencapai 5,3 persen.

Rodrigo A. Chaves, Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia, menjelaskan dua alasan utama Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan Indonesia tahun ini. Pertama, kondisi ekonomi luar negeri yang ternyata lebih lemah dibandingkan perkiraan semula. Kedua, lemahnya pertumbuhan penerimaan negara sehingga bakal menghambat kemampuan pemerintah untuk menggenjot belanja secara signifikan dibandingkan tahun lalu. Padahal, seperti tahun lalu, belanja pemerintah menjadi andalan utama untuk memacu pertumbuhan ekonomi.

Mengacu kepada tahun lalu, Bank Dunia mencatat investasi oleh pemerintah pusat  meningkat 42 persen pada tahun lalu. Sebaliknya, pertumbuhan investasi sektor swasta masih di bawah harapan. Adapun belanja konsumen masih tumbuh, namun tidak secepat beberapa tahun sebelumnya lantaran angka inflasi harga makanan yang memangkas belanja masyarakat.

Di sisi lain, volume ekspor dan impor terus menurun. Alhasil, pendapatan ekspor pada tahun lalu berkurang 14,4 persen. Secara lebih rinci, pendapatan minyak dan gas berkurang 42 persen, pendapatan batubara turun 26,5 persen dan pendapatan minyak sawit menyusut 19,3 persen.

Kondisi tersebut diperkirakan masih berlanjut pada tahun ini. Bank Dunia melihat sejumlah risiko penurunan, baik dalam maupun luar negeri, terhadap ekonomi Indonesia. Harga komoditas dan permintaan impor dunia yang lebih rendah dibandingkan perkiraan, dapat semakin memperlemah pendapatan ekspor dan penerimaan negara tahun ini.

(Baca: Belanja Modal Akan Dorong Ekonomi Kuartal I Tumbuh Lebih 5 Persen

Karena itu, Bank Dunia memperkirakan realisasi penerimaan negara tahun ini akan lebih rendah dibandingkan target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016. Demi menjaga belanja modal untuk menggerakkan perekonomian, pemerintah perlu memperbesar defisit anggaran menjadi 2,8 persen dari produk domestik bruto (PDB). Selain itu, memotong alokasi belanja nonprioritas.

(Baca: Bank Dunia Peringatkan Ekonomi Negara Berkembang Hadapi Risiko Besar)

Namun, Rodrigo menilai, ekspansi fiskal saja tidak cukup untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen pada tahun ini. Makanya, kehadiran investasi swasta sangat diperlukan untuk memperbaiki ekonomi. “Perbaikan yang lebih tangguh butuh investasi swasta yang kuat dan reformasi kebijakan yang komprehensif dan keberlanjutan guna memperbaiki iklim usaha,” katanya dalam memaparkan laporan Indonesia Economic Quarterly (IEQ) Bank Dunia edisi Maret 2016 di Jakarta, Selasa (15/3).

(Baca: Kejatuhan Harga Minyak Kurangi Penerimaan Negara Rp 90 Triliun)

Di tengah rendahnya harga komoditas, Ekonom Utama Bank Dunia untk Indonesia, Ndiame Diop menekankan pentingnya diversifikasi ekonomi menuju sektor manufaktur dan jasa, khususnya pariwisata. Sebab, sektor ini dapat menyediakan pekerjaan dengan gaji dan keterampilan yang lebih tinggi. “Indonesia punya banyak industri yang dapat meningkatkan laju pertumbuhan, termasuk manufaktur,” katanya. Namun, sektor-sektor ini menghadapi banyak tantangan regulasi.

(Baca: Pemerintah Siapkan Skenario Revisi APBN Tanpa Tax Amnesty)

Sejak September tahun lalu, pemerintah telah merilis 10 paket kebijakan ekonomi yang mencakup berbagai sektor. Antara lain, persyaratan modal yang lebih rendah untuk mendirikan perusahaan logistik. Hal ini diharapkan bisa meningkatkan efisiensi logistik. Pasalnya, biaya logistik di Indonesia lebih tinggi dibandingkan negara-negara tetangga. Apalagi, rantai pasokan di daerah timur Indonesia panjang dan terfragmentasi. “Beberapa langkah tambahan (dari pemerintah) mungkin dapat meyakinkan para investor dan memperkuat upaya investasi,” ujar Diop.

Reporter: Redaksi