Perseteruan JK - Rizal Ramli Soal Nomenklatur Terus Memanas

Arief Kamaludin|KATADATA
Wakil Presiden Jusuf Kalla
Penulis: Arnold Sirait
10/3/2016, 13.19 WIB

Tulisan tersebut langsung direspons oleh Husain Abdullah, Juru Bicara Wakil Presiden Jusuf Kalla. ia juga menulis artikel yang tersebar melalui media sosial, dengan judul: NOMENKLATUR (Pelajaran Gratis untuk RR dan komplotannya).

"Sudah bodoh, ngotot pula. Sudah gaduh. bodoh pula." Itulah kalimat pembuka artikel tersebut. Terkait nomenklatur Kementerian Koordinator Maritim, Husain menyebut Rizal arogan karena mengumumkan sesuatu yang belum mendapatkan persetujuan dari Presiden. Perubahan nama kementerian dinyatakan sah secara hukum jika Presiden menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) yang baru. Acuannya adalah Perpres Nomor 7 tahun 2015 tentang organisasi kementerian negara.

(Rizal Ramli “Merapat” ke Luhut Panjaitan)

Selain itu, Husain menilai Rizal dan komplotannya gagal paham mengenai nomenklatur karena mencampuradukkan definisi nomenklatur dan tupoksi kementerian. Bagaimana pun, jika nama kementerian diubah seenaknya akan melanggar peraturan presiden. “Itulah penjelasan tentang nomenklatur agar jadi pembelajaran gratis bagi Rizal Ramli. Boleh gaduh asal cerdas, boleh ngepret asal paten,” ujar dia.

Sebenarnya, bukan kali ini saja kubu Jusuf Kalla dan Rizal Ramli berseteru. Tak lama setelah dilantik menjadi Menko Maritim pertengahan Agustus 2015, Rizal menyatakan rencana pembangunan pembangkit listrik 35 ribu Megawatt (MW) terlalu ambisius. Pernyataan itu mengundang reaksi dari Kalla. “Sebagai menteri harus pelajari dulu sebelum berkomentar. Menteri harus banyak akalnya. Kalau kurang akal pasti tidak paham. Kalau mau, (pembangkit listrik) 50 ribu megawatt pun bisa dibuat," katanya.

(Baca: Presiden Minta Menteri dan Menko Cari Solusi Megaproyek Listrik)

Alih-alih surut langkah, Rizal justru menantang Kalla berdiskusi di depan umum untuk membahas rencana tersebut. “Kalau mau paham, minta Pak Jusuf Kalla ketemu saya, kita diskusi di depan umum," katanya. Perang pernyataan itu mereda setelah Jokowi bersuara. Ia menyatakan tugas menteri ialah mencari solusi agar seluruh program pemerintah berjalan baik.

Setelah itu, meski tak lagi bersuara, Rizal merekomendasikan membaca tulisan Adhie Massardi untuk mencari solusi persoalan pembangunan pembangkit listrik tersebut. Seperti dikutip dari cnnnindonesia.com, sebelumnya Adhie menyebarkan tulisan melalui pesan singkat. Ia menyatakan, kalau saja Jusuf Kalla hadir sebagai negarawan, yang tindak-tanduknya hanya demi kemaslahatan rakyat, negara dan bangsa, dan tidak memiliki konflik kepentingan, tak akan muncul kegaduhan politik di level kabinet.

Adhie menambahkan, Pak JK seharusnya memelopori perubahan mental masyarakat yang mempersoalkan “siapa dan bagaimana cara menyampaikan gagasan yang benar”. Padahal gagasan itu tetaplah gagasan kebenaran, meskipun disampaikan Menko Kemaritiman dengan cara yang dianggap tidak lazim.

(Baca: Peta Kabinet soal Pengembangan Blok Masela Berubah)

Lantaran hubungan yang kian memburuk, sumber Katadata menyatakan, Kalla telah menyampaikan sikapnya kepada Jokowi. Ia meminta agar Presiden memasukkan pos Menko Maritim dalam daftar pergantian kabinet (reshuffle) berikutnya. “Pak JK sudah bilang langsung kepada Presiden, silakan pilih saya atau Rizal Ramli,” ujar salah seorang sumber di lingkungan Istana Wapres, menirukan ucapan Kalla, dua pekan lalu.

Menurut seorang sumber di lingkungan pemerintahan, ketegangan di antara keduanya kembali muncul saat sidang kabinet terbatas membahas Blok Masela pada awal Februari lalu. “Rizal bahkan sempat menyebut Wapres hanya dengan sapaan Saudara Kalla,” yang membuat para menteri lainnya terkejut.

Dalam soal ini, JK lebih condong pada opsi kilang di laut (offshore), sedangkan Rizal memilih opsi darat (onshore). Kalla sejalan dengan pemikiran Sudirman Said dan Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi. Sedangkan Rizal mendapat dukungan dari Menko Polkam Luhut Pandjaitan.

Halaman:
Reporter: Arnold Sirait