Menteri Keuangan Perkuat Peran Ekonomi Syariah

Arief Kamaludin|KATADATA
Bambang Brodjonegoro
Penulis: Muchamad Nafi
3/3/2016, 16.30 WIB

KATADATA - Sebagai Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro terus mendorong peran ekonomi syariah dalam percaturan pembangunan Indonesia. Hal ini sangat memungkin mengingat sejumlah instrumen yang dapat diaplikasikan oleh disiplin ilmu ini.

“Jangan terjebak asik membahas perkembangan indsutrinya tanpa melihat kontribusi pada perekonomian nasional,” kata Bambang dalam seminar Ikatan Ahli Ekonomi Islam yang bertajuk 'Pembiayaan Properti dan Investasi Syariah untuk Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi' di Jakarta, Kamis, 3 Maret 2016. (Baca: Pemerintah Ingin Miliki Bank Syariah yang Kuat).

Bambang berharap sektor keuangan syariah makin berkontribusi pada pembangunan infrastruktur. Dewasa ini, pemerintah sudah memiliki empat instrumen syariah yakni sukuk berdenominasi dolar Amerika Serikat, Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), Sukuk Ritel, dan Sukuk Dana Haji. 

Kementerian Keuangan juga sedang mendorong penerbitan sukuk proyek infrastruktur. Salah satunya untuk pembangunan perumahan bagi masyarakat. “Penyediaan rumah ini jadi hal yang tidak sederhana. Kami coba lebih fokus pada program sejuta rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah,” ujar dia.

Dalam acara tersebut, Bambang juga menyatakan masalah klasik penyebab lambannya perkembangan ekonomi dan keuangan syariah karena pendidikan yang tidak sinkron dengan kebutuhan dunia kerja. Padahal industri ini menjadi alternatif pembiayaan infrastruktur di tengah perlambatan ekonomi dunia.

Kementerian Keuangan mencatat pangsa pasar saham syariah mencapai 60 persen, baik dari jumlah saham atau kinerja perdagangan. Sayangnya, jumlah investor di pasar modal masih sedikit, yakni 462.628 per Februari 2016. Selain itu, jumlah efek syariah yang diperjualbelikan masih terbatas, hanya saham syariah, Exchange Trade Fund (ETF) syariah, dan sukuk. (Baca juga: Manfaatkan Dana Keagamaan, Jokowi Pimpin Komite Keuangan Syariah).

Menurut Bambang, lambannya perkembangan industri ini karena belum ada kesinambungan antara yang diajarkan di perguruan tinggi dengan kebutuhan dunia usaha. Padahal keterkaitan ini sangat dibutuhkan agar penggiat ekonomi syariah bisa mengamalkan ilmunya untuk persoalan yang lebih mendalam.

“Kami harus memperbaiki kualitas mahasiswa. Yang penting apa yang diajarkan di kampus tersambung dengan dunia kerja. Jangan kampus eksklusif merasa punya serapan keilmuan jadi mahasiswa mengikuti sementara dunia kerja punya kebutuhan dan tidak diakomodir,” ujar dia. (Lihat juga: OJK Sarankan Bank Syariah BUMN Lakukan Konsolidasi).

Pada kesempatan itu, Direktur Utama Sarana Multigriya Finansial Rahardjo Adi Susanto menyebutkan program satu juta rumah ini membutuhkan pembiayaan sebesar Rp 200 juta. Sementara dari data yang ada, pembiayaan dari perbankan setiap tahun hanya naik Rp 30 triliun untuk Kepemilikam Perumahaan Rakyat (KPR). Adapun dana subsidi pemerintah senilai Rp 11,2 triliun tahun ini.

“Maka ada kekurangan Rp 160 triliun yang harus didapatkan,” kata Rahardjo. Mengingat hal tersebut, perusahaannya akan berfokus pada pembiayaan kredit perumahan, juga kredit jangka panjang.

Reporter: Desy Setyowati